1. Latar Belakang
Tanah merupakan modal utama yang dimiliki petani yang disediakan oleh alam. Tanah harus dijaga dan dirawat sebagai langkah agar semua kegiatan yang berlangsung diatasnya tetap bisa berkelanjutan dan berkesinambungan. Tanah selain sebagai sumber daya juga merupakan faktor produksi yang utama untuk pembangunan dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Tanah mempunyai kedudukan yang sangat strategis, dan merupakan hal penting dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu sering muncul persoalan yang berkaitan dengan tanah yang didukung dengan pesatnya pertumbuhan penduduk sedangkan jumlah tanah yang ada relatif tetap.
Kebijakan pertanahan yang memihak pada rakyat kecil sangat dibutuhkan. Pasal 19 ayat (1) UUPA, menyatakan bahwa untuk menjamin kepastian hukum, oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah RI, menurut ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah. Dalam penjelasan Pasal 19 dinyatakan, bahwa pendaftaran tanah akan diselenggarakan dengan cara yang sederhana dan mudah dimengerti serta dijalankan oleh rakyat yang bersangkutan. Untuk melaksanakan pendaftaran tanah tersebut, maka dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang kemudian diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Sejak dimulainya UUPA sampai sekarang pendaftaran tanah di Indonesia belum seperti yang diharapkan, karena sebagian besar pemegang hak atas tanah belum secara sadar mendaftarkan dirinya ke Kantor Pertanahan.
Setelah berjalan lebih 47 tahun, dari jumlah bidang tanah sekitar 85 juta bidang di luar kawasan hutan, yang sudah terdaftar adalah sekitar 34 persen. Apabila diperhatikan penyebaran bidang tanah yang sudah didaftar dan bersertipikat tu lebih banyak di Jawa dan lokasi-lokasi luar Jawa yang mudah diakses, padat penduduk serta berkembang perekonomiannya (Risnarto, 2009).
Menurut Sudjito (1987:5) (dalam Yuliani, 2007), sebagian masyarakat masih beranggapan bahwa untuk mengurus sertipikat tanah secara rutin dirasakan sangat sulit, memerlukan biaya mahal, proses yang berbelit belit dan waktu yang lama. Dengan keadaan tersebut maka inisiatif masyarakat untuk mendaftarkan tanahnya ke Kantor Pertanahan terasa kurang.
Berbagai macam program percepatan pendaftaran tanah pertama kali sudah dilakukan seperti PRONA, PRODA, atau yang sering disebut sertipikat massal. Program ajudikasi untuk mempercepat kegiatan pensertipikatan tanah juga sudah dilakukan, dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) membutuhkan waktu 18 tahun untuk melakukan sertipikasi tanah (Joyo Winoto, 2006:50).
Faktor eksternal yang mempengaruhi seseorang untuk mensertipikatkan tanahnya ditinjau dari segi ekonomi, sosial, dan budaya adalah kemauan dan kemampuan masyarakat. Persepsi masyarakat terhadap BPN sangat besar pengaruhnya. Karakteristik masyarakatpun merupakan hal utama, karena keberadaan seseorang dalam suatu masyarakat dipengaruhi oleh dimana mereka tinggal, apakah tinggal di perkotaan atau di pedesaan.
Sebagian besar tanah-tanah yang belum terdaftar berada di daerah pedesaan yang mayoritas penduduknya bekerja di sektor pertanian dimana tanah sebagai sumber pokok pendapatan mereka. Manfaat tanah hanya ditempatkan sebatas manfaat secara fisik saja, mereka tidak menempatkan manfaat tanah secara lebih luas cakupannya baik ditinjau dari aspek hukum, aspek ekonomi, aspek keamanan, atau aspek-aspek lain yang bersifat non fisik (Suharno, 1999:96) (dalam Yuliani, 2007).
Pensertipikatan tanah itu sangat penting artinya, karena tanah bisa merupakan sumber masalah (rawan sengketa). Oleh karena itu perlu suatu kepastian hukum bagi para pemilik tanah agar jelas data siapa subyek dan obyeknya berada dimana serta merupakan upaya tertib administrasi pertanahan. Sehingga pemanfaatan tanah tersebut lebih optimal, produktivitasnya meningkat selain itu untuk menghindari terjadinya tanah terlantar dan untuk meningkatkan nilai dari tanah tersebut.
2. Perumusan Masalah
a. Rumusan Masalah
Dari uraian tersebut di atas dapat dirumuskan suatu masalah yaitu :
1. Bagaimana pengaruh aspek sosial, budaya, ekonomi, dan hukum terhadap pembentukan persepsi masyarakat di Kabupaten Sidoarjo dalam persertipikatan tanah?
2. Berdasarkan karakterisitik masyarakat di perkotaan dan pedesaan, bagaimanakah minat yang terbentuk terhadap upaya pensertipikatan tanah?
b. Ruang Lingkup
Agar pembahasan dalam paper ini lebih terarah maka ruang lingkup masalah dalam penulisan adalah :
1. Pensertipikatan tanah yang dimaksud adalah pensertipikatan tanah hak milik atas tanah yang dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sporadik karena sebagian besar bidang tanah yang ada adalah tanah milik.
2. Faktor yang mempengaruhi minat masyarakat dalam paper ini adalah :
a. Aspek sosial, yaitu tingkat pendidikan yang dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman.
b. Aspek budaya, yaitu adanya kebutuhan masyarakat yang dipengaruhi oleh adanya motivasi.
c. Aspek ekonomi, yaitu kemampuan masyarakat secara finansial untuk membayar biaya pensertipikatan tanah yang dipengaruhi oleh jumlah penghasilan dan faktor ekonomi secara menyeluruh.
d. Aspek hukum, yaitu legalitas atau kepastian hukum yang akan diterima oleh masyarakat yang dipengaruhi oleh tingkat keamanan karena kerawanan sengketa tanah.
3. Strategi atau upaya managerial yang diupayakan adalah :
a. Memberikan informasi kepada Kantor Pertanahan Sidoarjo mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi minat masyarakat dalam mendaftarkan tanahnya, sehingga Kantor Pertanahan bisa mengambil langkah strategis untuk mengatasinya dan berupaya memberikan sosialisasi yang dianggap perlu sehingga persepsi masyarakat akan berubah dan mempengaruhi minat masyarakat untuk mensertipikatkan tanahnya.
b. Memberikan masukan dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan pensertipikatan tanah.
3. Pendekatan Konseptual
a. Pendekatan Teori
Untuk memberikan jaminan kepastian hukum kepada pemegang hak atas tanah, dilaksanakan pendaftaran tanah, sebagaimana tercantum dalam ketentuan pasal 19 UUPA yang menetapkan :
a. Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia.
b. Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi :
1). Pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah;
2). Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;
3). Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Penyelenggaraan pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 UUPA, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang kemudian disempurnakan dengan peraturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997. Dengan berlakunya peraturan ini diharapkan pelaksanaan pendaftaran tanah dapat berjalan dengan lancar dan cermat, sehingga dapat terwujud keseragaman pola pelaksanaan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia.
Pendaftaran tanah menurut pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 :
“Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, penyajian, serta pemeliharaan data fisik dan yuridis, dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya”.
Pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir, dan terbuka. Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menyatakan bahwa pendaftaran tanah bertujuan :
a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah suatu bidang tanah, satuan rumah susun, dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.
b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah yang sudah terdaftar.
c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
Pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran yang belum terdaftar berdasar Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Pendaftaran tanah untuk pertama kali diselenggarakan melalui dua cara yaitu secara sistematik dan secara sporadik.
Badan Pertanahan Nasional telah berupaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam hal ini memberi jaminan kepastian hukum hak atas tanah dengan sistem pelayanan yang cepat, murah, dan tepat serta agar terjangkau oleh segenap lapisan masyarakat.
Menurut Sudjito (1987:72) (dalam Yuliani, 2007) diungkapkan bahwa untuk memperoleh sertipikat hak tanah itu sulit, memakan waktu lama dan biayanya sangat mahal sering menimbulkan rasa enggan untuk mengurus sertipikat hak atas tanah apabila tidak benar-benar terdesak.
Pernyataan di atas merupakan image tentang pelayanan pertanahan di bidang pertanahan yang berkembang di masyarakat. Kenyataan tersebut menyebabkan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi minat masyarakat untuk mensertipikatkan tanahnya. Karena pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat mempunyai hubungan dengan keikutsertaan masyarakat dalam program pensertipikatan tanah.
Kamisa (1997:30) mendefinisikan minat sebagai kehendak, keinginan atau kesukaan masyrakat untuk melaksanakan pensertipikatan tanah. Minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih (Hurlock, 1995 : 144). Jadi apabila seseorang mempunyai minat yang tinggi maka ia akan berperilaku positif terhadap pensertipikatan tanah dalam artian memiliki kemauan yang kuat untuk segera mensertipikatkan tanahnya.
Beberapa kondisi yang mempengaruhi minat seseorang yaitu :
a) Status ekonomi
Apabila status ekonomi membaik, orang cenderung memperluas minat mereka untuk mencakup hal yang semula belum mampu mereka laksanakan. Sebaliknya kalau status ekonomi mengalami kemunduran karena tanggung jawab keluarga atau usaha yang kurang maju, maka orang cenderung untuk mempersempit minat mereka.
b) Pendidikan
Semakin tinggi dan semakin formal tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang maka semakin besar pula kegiatan yang bersifat intelek yang dilakukan. Seperti yang dikutip Notoatmojo, 1997 dari L.W. Green mengatakan bahwa “Jika ada seseorang yang mempunyai pengetahuan yang baik, maka ia mencari pelayanan yang lebih kompeten atau lebih aman baginya”.
c) Tempat tinggal
Dimana orang tinggal banyak dipengaruhi oleh keinginan yang biasa mereka penuhi pada kehidupan sebelumnya masih dapat dilakukan atau tidak (Nursalam, 2003).
Berdasarkan teori Maslow, setiap diri manusia terdapat hirarki dari
Karena beberapa faktor tersebut di atas, maka terbentuk suatu persepsi masyarakat tentang pentingnya sertipikat hak milik atas tanah. Persepsi berdasarkan pendapat Fishbein dan Ajzen (1975) (dalam Yuliani, 2007) merupakan hubungan antara pengetahuan, sikap, minat dan perilaku. Model dari Fishbein dan Ajzen dioperasionalkan menjadi faktor-faktor intern yang terdiri dari pengetahuan, sikap, dan perilaku. Persepsi merupakan aktifitas psikis yaitu mengamati, menginterpretasi dan mengadakan penilaian terhadap persepsi. Pengetahuan dan sikap individu dengan pengetahuan dan sikap normatif akan mempengaruhi perilaku seseorang dalam pensertipikatan tanah.
Seseorang terdorong untuk mensertipikatkan tanahnya karena sudah mengerti manfaat dan kegunaan tanah, serta ada keperluan tertentu dengan sertipikat tanah. Selain itu dengan memperoleh sertipikat diharapkan dapat memberikan jaminan kepastian hukum serta rasa aman dan tenteram dalam penguasaan dan pemilikan tanahnya.
Masyarakat dengan tingkat pendapatan yang rendah, tidak menjadikan pensertipikatan tanah menjadi suatu prioritas utama karena hal ini menyangkut masalah biaya. Biaya dalam pensertipikatan tanah berhubungan dengan tingkat ekonomi masyarakat yaitu tingkat penghasilan seseorang. Jadi hal tersebut sangat mempengaruhi minat seseorang dalam mensertipikatkan tanahnya.
b. Kerangka Pemikiran
Model hubungan sebab akibat dari faktor-faktor yang mempengaruhi minat masyarakat dalam mensertipikatkan tanahnya adalah sebagai berikut :
Perkotaaan Pedesaan
Persepsi Masyarakat Sosial : Pengalaman Pengetahuan pendidikan
Skema 1. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Minat Masyarakat Untuk Mensertipikatkan Tanah.
4. Gambaran Kasus
a. Gambaran Umum Wilayah
Wilayah Kabupaten Sidoarjo ditinjau dari letak geografis, terletak diantara koordinat : 112,5° s/d 112,9° Bujur Timur dan 7,3° - 7,5° Lintang Selatan. Luas wilayahnya 714. 243 Ha.
Gambar 1 : Peta Administrasi Kabupaten Sidoarjo
Batas Wilayah sebelah :
Utara :
Timur : Selat Madura
Selatan : Kabupaten Pasuruan
Barat : Kabupaten Mojokerto
Kabupaten Sidoarjo meliputi 18 wilayah Kecamatan, 31 Kelurahan dan 322 Desa. Kecamatan terluas di Kabupaten Sidoarjo adalah Kecamatan Jabon dan Sedati dengan luas masing-masing 809,98 Ha dan 794,30 Ha akan tetapi wilayahnya sebagian besar merupakan daerah tambak, dengan penyebaran sebagai berikut :
Tabel 1. Luas Wilayah per Kecamatan di Kabupaten Sidoarjo
Kecamatan/District | Luas Wilayah (Ha) | |
1. | Tarik | 360,60 |
2. | Prambon | 342,25 |
3. | Krembung | 295,50 |
4. | Porong | 298,23 |
5. | Jabon | 809,98 |
6. | Tanggulangin | 322,90 |
7. | Candi | 406,68 |
8. | Tulangan | 312,05 |
9. | Wonoayu | 339,20 |
10. | Sukodono | 326,78 |
11. | Sidoarjo | 625,60 |
12. | Buduran | 410,25 |
13. | Sedati | 794,30 |
14. | Waru | 303,20 |
15. | Gedangan | 240,58 |
16. | | 315,35 |
17. | Krian | 325,00 |
18. | Balongbendo | 314,00 |
Jumlah / Total | 7.142,43 |
Sumber : Sidoarjo Dalam Angka, BPS Kabupaten Sidoarjo tahun 2007
Kondisi Geografi Kecamatan Tarik dan Kecamatan Sidoarjo
Kecamatan Tarik dengan luas 360,60 Ha berpotensi sebagai lokasi penambangan gas bumi, karena berdasarkan hasil survey dan eksplorasi yang dilakukan terdapat kandungan yodium yang cukup tinggi. Kondisi alam yang mendukung dan tersedianya lahan dapat digunakan untuk menciptakan lapangan kerja dan menumbuhkan sektor perdagangan. Kecamatan Tarik merupakan salah satu pusat populasi terbesar program penggemukan sapi kereman (jantan), hal ini masih bisa terus berkembang karena kebutuhan daging untuk konsumsi masyarakat masih kurang dan tersedianya pakan sapi dari limbah tahu dan
Kecamatan Sidoarjo merupakan daerah dengan potensi sebagai tempat budidaya udang windu dan banding dan berkembang dengan pesat karena terletak dekat dengan pusat pemasaran budidaya. Karena merupakan daerah perkotaan maka pertumbuhan ekonomi tinggi dan tumbuh terus, yang didukung dengan pembangunan pusat pembelanjaan dan berkembangnya lokasi pemukiman, serta transportasi yang lancar.
Demografi
Penduduk Sidoarjo sebagai kota terdekat dan merupakan perluasan dari pengembangan kota Surabaya mempunyai penduduk yang padat dengan perbandingan jumlah laki-laki dan perempuan yang hampir sama, dan sebagian besar penduduknya terkonsentrasi di Kecamatan Waru karena kecamatan ini merupakan daerah paling dekat berbatasan dengan Kota Surabaya sehingga tingkat mobilitas dan aksesibilitasnya tinggi dengan banyaknya pemukiman dan penduduk di daerah tersebut.
Tabel 2. Jumlah Penduduk Kabupaten Sidoarjo.
No. | Wilayah Kecamatan | laki - laki | Perempuan | Jumlah |
1 | Sidoarjo | 72,261 | 74,354 | 146,615 |
2 | Buduran | 32,704 | 32,460 | 65,164 |
3 | Candi | 46,049 | 46,848 | 92,897 |
4 | Porong | 34,690 | 34,647 | 69,337 |
5 | Krembung | 26,293 | 26,746 | 53,039 |
6 | Tulangan | 33,920 | 33,388 | 67,308 |
7 | Tanggulangin | 35,501 | 35,648 | 71,149 |
8 | Jabon | 23,670 | 24,013 | 47,683 |
9 | Krian | 45,105 | 43,467 | 88,572 |
10 | Balongbendo | 28,806 | 28,551 | 57,357 |
11 | Wonoayu | 30,933 | 30,733 | 61,666 |
12 | Tarik | 26,934 | 26,711 | 53,645 |
13 | Prambon | 30,231 | 30,693 | 60,924 |
14 | | 89,375 | 87,329 | 176,704 |
15 | Waru | 102,218 | 108,208 | 210,426 |
16 | Gedangan | 55,046 | 51,584 | 106,630 |
17 | Sedati | 33,879 | 33,590 | 67,469 |
18 | Sukodono | 33,816 | 32,614 | 66,430 |
JUMLAH | 781,431 | 781,584 | 1,563,015 |
Sumber : Sidoarjo Dalam Angka, BPS Kabupaten Sidoarjo Tahun 2007
Kondisi Sosial Ekonomi
Tabel 3. Jumlah Sekolah Menurut Jenis Sekolah per Kecamatan Kabupaten Sidoarjo
Kecamatan | TK | SD | SLTP | |||
Negeri Swasta | Negeri Swasta | |||||
(1) | (2) | (3) | (4) | (5) | (6) | |
1. | Tarik | 21 | 31 | - | 2 | 3 |
2. | Prambon | 22 | 28 | - | 1 | 5 |
3. | Krembung | 25 | 27 | 2 | 2 | 3 |
4. | Porong | 25 | 31 | 3 | 3 | 7 |
5. | Jabon | 31 | 24 | - | 2 | 1 |
6. | Tanggulangin | 39 | 27 | 3 | 2 | 5 |
7. | Candi | 49 | 28 | 2 | 3 | 3 |
8. | Tulangan | 40 | 31 | 1 | 1 | 5 |
9. | Wonoayu | 25 | 34 | - | 2 | 3 |
10. | Sukodono | 20 | 30 | 1 | 2 | 3 |
11. | Sidoarjo | 78 | 36 | 15 | 6 | 13 |
12. | Buduran | 33 | 23 | - | 3 | 3 |
13. | Sedati | 22 | 18 | 1 | 2 | 3 |
14. | Waru | 78 | 35 | 13 | 4 | 14 |
15. | Gedangan | 28 | 29 | 3 | 2 | 3 |
16. | | 69 | 43 | 7 | 3 | 13 |
17. | Krian | 32 | 33 | 4 | 3 | 9 |
18. | Balongbendo | 27 | 28 | 1 | 2 | 3 |
Jumlah/Total 2007 | 664 | 536 | 56 | 45 | 99 |
Sumber : Dinas Pendidikan Nasional Kab. Sidoarjo
Dari data di atas diketahui bahwa terdapat perbedaan yang mencolok jumlah sekolah yang terletak di Kecamatan Tarik (pedesaan) dan Kecamatan Sidoarjo (perkotaan), dimana sekolah banyak dibangun dan berdiri di kawasan perkotaan sedangkan di kawasan pedesaan (Kecamatan Tarik) hanya ada beberapa sekolah saja. Jadi dari segi pendidikan terlihat perbedaan yang mencolok dari jumlah sekolah yang ada. Pendidikan sangat diperlukan oleh masyarakat karena mempengaruhi pola pikir dan kemampuan mereka untuk maju.
Produk domestik regional bruto atas harga konstan di Kabupaten Sidoarjo selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun di setiap sektor Adapun pertumbuhan ekonomi pada tahun 2001 sebesar 3,66 %. Hal ini menunjukkan angka yang cukup signifikan terhadap laju perekonomian daerah. Diharapkan tingkat pertumbuhan ekonomi dimasa mendatang lebih mantap dan memberikan dampak yang optimal terhadap peningkatan pendapatan masyarakat, penyerapan tenaga kerja, dan pada akhirnya memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah.
Dengan merujuk pada Buku Skenario Pertumbuhan Ekonomi dan Implikasinya sebagai Alternatif Arah Kebijakan Perencanaan Pembangunan Ekonomi (BAPPEKAB, 2001), maka proyeksi pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sidoarjo (hasil revisi) selama tahun 2002-2007, sebagai berikut :
Tahun 2002 : 4,10 %
Tahun 2003 : 4,80 %
Tahun 2004 : 5,70 %
Tahun 2005 : 6,70 %
Tahun 2006 : 7,10 %
Tahun 2007 : 7,50 %
Skenario Pertumbuhan Ekonomi tersebut diatas disusun dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian secara nasional, nilai tukar rupiah terhadap dolar, situasi politik, keamanan, dan arah kebijakan pengembangan investasi daerah.
Krisis ekonomi dan moneter yang berkelanjutan serta krisis politik yang berlarut-larut di Indonesia mengakibatkan turunnya perekonomian dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Hal ini ditandai dengan menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat, meningkatnya jumlah pengangguraN dan meningkatnya lokasi kantong-kantong kemiskinan sehingga jumlah penduduk miskin semakin banyak. Dampak krisis tersebut sangat terasa terutama pada lapisan masyarakat yang berpendapatan rendah/keluarga miskin dalam mengakses kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan dan rendahnya kemampuan daya beli masyarakat.
Masalah kesenjangan sosial di Sidoarjo masih cukup besar. Pada tahun 2001 sesuai hasil pendataan keluarga miskin dengan indikator baru oleh BPS sebanyak 47.256 rumah tangga. Sedangkan anak terlantar, generasi muda, penyandang masalah sosial, seperti waria, tuna susila, anak nakal dan gelandangan / pengemis populasinya terhitung relatif kecil.
Tabel 4. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2003 – 2007 (jutaan rupiah)
Sektor/Sub Sektor | 2003 | 2004 | 2005 | 2006* | 2007** |
(1) | (2) | (3) | (4) | (5) | (6) |
1. Pertanian | 813 358.82 | 822 230.22 | 828 350.73 | 829 910.69 | 831 105.13 |
1.1. Tanaman Bahan Makanan | 221 431.74 | 220 897.55 | 220 027.35 | 220 271.16 | 220 381.38 |
1.2. Tanaman Perkebunan | 85 087.09 | 86 271.80 | 85 809.27 | 84 361.64 | 84 372.18 |
1.3. Peternakan dan Hasil-hasilnya | 84 367.41 | 84 796.76 | 84 619.42 | 83 915.38 | 83 928.66 |
1.4. Perikanan | 422 472.58 | 430 264.11 | 437 894.69 | 441 362.51 | 442 422.91 |
2. Pertambangan dan Penggalian | 358 863.64 | 352 134.71 | 315 759.78 | 259 362.16 | 165 902.34 |
2.1 Gas Bumi dan Penggalian | 358,863.64 | 352,134.71 | 315,759.78 | 259,362.16 | 165,902.34 |
3. Industri Pengolahan | 9 557 872.56 | 9 684 998.12 | 10 061 003.44 | 10 355 908.15 | 10 579 785.93 |
3.1 Industri Tanpa Migas | 9 557 872.56 | 9 684 998.12 | 10 061 003.44 | 10 355 908.15 | 10 579 785.93 |
1. Makanan, Minuman dan tembakau | 2 110 235.56 | 2 234 106.39 | 2 362 547.21 | 2 473 762.03 | 2 568 923.51 |
2. Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki | 620 865.05 | 624 361.44 | 628 809.51 | 631 289.18 | 635 281.09 |
3. Barang kayu dan Hasil Hutan lainnya | 311 988.81 | 319 148.80 | 322 301.51 | 320 682.15 | 319 004.76 |
4. Kertas dan barang Cetakan | 2 562 976.74 | 2 470 610.25 | 2 606 446.59 | 2 749 751.33 | 2 831 581.33 |
5. Pupuk, Kimia dan Barang dari Karpet | 1 587 370.34 | 1 611 740.94 | 1 640 573.24 | 1 638 835.31 | 1 640 112.52 |
6. Semen dan Barang Galian Non Logam | 289 318.50 | 291 681.24 | 302 611.79 | 316 951.95 | 334 628.37 |
7. Logam dasar Besi dan Baja | 1 045 206.06 | 1 049 344.14 | 1 063 007.54 | 1 062 679.34 | 1 066 384.61 |
8. Alat Angkutan, Mesin & Peralatannya | 626 010.84 | 645 321.81 | 667 289.41 | 690 004.81 | 711 351.69 |
9. Barang-banrang lainnya | 403 900.66 | 438 683.11 | 467 416.64 | 471 952.05 | 472 518.05 |
4. Listrik, Gas dan Air Bersih | 291 564.04 | 318 120.13 | 347 668.73 | 381 446.03 | 418 671.81 |
4.1 Listrik | 273,114.92 | 298,421.05 | 326,451.42 | 358,416.81 | 393,679.41 |
4.2 Air Bersih | 18,449.12 | 19,699.08 | 21,217.31 | 23,029.22 | 24,992.40 |
5. Kontruksi | 411 028.15 | 420 219.52 | 437 684.19 | 448 725.34 | 456 972.19 |
Catatan : * : angka diperbaiki
** : angka sementara
Sumber : Sidoarjo Dalam Angka, BPS Kabupaten Sidoarjo Tahun 2007
Sekilas Kantor Pertanahan Kabupaten Sidoarjo
Visi
Visi merupakan pandangan jauh ke depan, kemana dan bagaimana instansi pemerintah harus dibawa dan berkarya agar konsisten dan dapat eksis, antisipatif inovatif serta produktif. Visi tidak lain adalah suatu gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan oleh Instansi Pemerintah. Dengan mengacu pada batasan tersebut, serta Visi Badan Pertanahan Nasional "Terselenggaranya Pengelolaan Pertanahan yang Mampu Mendorong Peran Serta Masyarakat dan Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan” maka Visi Kantor Pertanahan Kabupaten Sidoarjo adalah sebagai berikut :
”Terwujudnya Pengelolaan Pertanahan yang Transparan dengan Mengutamakan Pelayanan Prima untuk Mendorong Terciptanya Masyarakat yang Adil dan Sejahtera”
Pernyataan Visi tersebut dilandasi pada nilai-nilai luhur yang ingin dicapai oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Sidoarjo, yaitu :
1. Bahwa Kantor Pertanahan Kabupaten Sidoarjo merupakan penyelenggara pengelolaan pertanahan yang mampu mendorong peran serta masyarakat di bidang pertanahan.
2. Dalam penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat Kantor Pertanahan Kabupaten Sidoarjo diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap meningkatnya pertumbuhan ekonomi baik secara mikro maupun makro menuju terciptanya masyarakat yang sejahtera.
Misi
Misi adalah pedoman yang wajib dipegang teguh oleh setiap aparat pemerintah dalam mewujudkan Visi. Misi berfungsi sebagai pemersatu gerak, langkah dan tindakan nyata bagi segenap komponen penyelenggara pemerintahan tanpa mengabaikan mandat yang diberikannya, mengacu pada Badan Pertanahan Nasional, misi Kantor Pertanahan Kabupaten Sidoarjo adalah sebagai berikut :
1. Mengembangkan sdministrasi pertanahan untuk memberikan pelayanan prima ;
2. Meningkatkan pengelolaan pertanahan melalui partisipasi masyarakat .
Sukses pelaksanaan kegiatan Kantor Pertanahan Kabupaten Sidoarjo sangat ditentukan oleh asumsi-asumsi, sebagai berikut :
1. Kemauan, semangat kerja keras dan kebersamaan aparatur pemerintah, dunia usaha dengan dukungan dari seluruh komponen masyarakat .
2. Adanya kemampuan pembiayaan pembangunan yang rasional dan penggunaan sumber daya serta dukungan dari pusat
3. Mantapnya kebijakan pemerintah di bidang pembangunan nasional
4. Terpeliharanya kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat yang kondusif.
Sarana dan Prasarana
Gedung Kantor Pertanahan Kabupaten Sidoarjo berdiri di atas sebidang tanah Hak Pakai Nomor : 1/Sidoklumpuk, atas nama Pemerintah Kabupaten Sidoarjo seluas 1.396 m2 dengan luas bangunan 1.916 m2 beralamat di Jalan Jaksa Agung R.Soeprapto No.7 Sidoarjo yang secara geografis berjarak sekitar 200 meter dari pusat pemerintahan Kabupaten Sidoarjo. Letaknya strategis karena masyarakat dapat mencapainya dengan kendaraan umum yang setiap hari beroperasi melewati jalan lokasi kantor.
Bila dilihat dari jumlah personil yang ada dan permohonan yang masuk maka gedung tersebut sudah tidak layak untuk gedung pelayanan. Satu-satunya asset tanah yang dimiliki oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Sidoarjo terletak di Desa Rangkah Kidul seluas 3.225 m2 dengan Sertipikat Hak Pakai No.1 Rangkah Kidul. Kondisi tanah tersebut masih perlu pengurukan karena bekas sawah. Direncanakan diatas tanah tersebut akan dibangun Gedung untuk Kantor Pertanahan Kabupaten Sidoarjo
Pada tanggal 10 Nopember 2008, loket pelayanan terintegrasi telah diresmikan oleh Wakil Bupati Sidoarjo, Syaiful Illah yang didampingi oleh Deputi III BPN-RI dan Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi Jawa Timur. Secara umum loket pelayanan sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu terdiri dari 4 ( empat ) buah loket, yaitu :
1. Loket 1 : Loket Informasi
2. Loket 2 : Loket Pendaftaran
3. Loket 3 : Loket Pembayaran
4. Loket 4 : Loket Pengambilan Hasil
Juga dilengkapi dengan Kiosk, untuk informasi secara online dari aplikasi LOC yang sudah ada sejak tahun 1999 ( fase pertama ). Yang menonjol, di saat masyarakat memasuki ruang loket pelayanan, maka yang pertama akan ditemui adalah customer service ( CS ) yang akan memberikan layanan seputar pertanahan. Informasi awal dapat diperoleh di bagian ini. Kedua, untuk memudahkan akses oleh masyarakat dalam rangka memperoleh informasi, sekarang juga dilengkapi dengan call centre 8055555 dan hot spot, area bebas akses internet di sekitar Gedung Kantor Pertanahan Kabupaten Sidoarjo.
Tujuan dari kelengkapan tersebut di atas, adalah dalam rangka memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat secara cepat, tepat dan terjamin keakuratannya. Ke depan Kantor Pertanahan akan melengkapi dengan web site yang dapat diakses untuk memperoleh informasi yang lengkap melalui internet dengan updating data yang sangat diperlukan oleh masyarakat.
Berikut ini adalah jumlah sertipikat hak atas tanah yang sudah diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Sidoarjo.
Tabel 3. Jumlah Sertipikat Yang Sudah Terbit per Kecamatan di Kabupaten Sidoarjo
No | Kecamatan | Hak Milik | Hak Pakai | Hak Guna Bangunan | Wakaf |
1 | Tarik | 23,482 | 240 | 51 | 0 |
2 | Prambon | 4,372 | 88 | 741 | 0 |
3 | Krembung | 12,048 | 106 | 35 | 0 |
4 | Porong | 9,434 | 67 | 507 | 0 |
5 | Jabon | 4,238 | 57 | 11 | 0 |
6 | Tanggulangin | 10,175 | 29 | 13,198 | 0 |
7 | Candi | 10,282 | 58 | 22,313 | 1 |
8 | Sidoarjo | 23,972 | 182 | 31,582 | 3 |
9 | Tulangan | 6,629 | 62 | 5,185 | 6 |
10 | Wonoayu | 17,381 | 218 | 754 | 0 |
11 | Krian | 9,481 | 113 | 6,054 | 4 |
12 | Balongbendo | 24,858 | 122 | 720 | 25 |
13 | | 24,271 | 103 | 15,120 | 4 |
14 | Sukodono | 19,137 | 250 | 12,340 | 1 |
15 | Buduran | 9,973 | 65 | 9,757 | 1 |
16 | Gedangan | 10,904 | 144 | 9,071 | 1 |
17 | Sedati | 12,617 | 214 | 7,040 | 0 |
18 | Waru | 31,388 | 214 | 27,558 | 3 |
| Jumlah | 264,642 | 2,332 | 162,037 | 49 |
b. Fakta Kasus Yang Dibahas
Kecamatan Tarik diambil sebagai contoh kecamatan untuk mewakili masyarakat dari pedesaan. Dari data di atas diketahui bahwa pada Kecamatan Tarik jumlah bidang tanah yang sudah bersertipikat Hak Milik adalah 23.482 bidang, hal ini dikarenakan adanya Proyek Ajudikasi, Prona, dan Sertipikat Masal Swadaya. Di Desa Singogalih Kecamatan Tarik dari data yang diperoleh hanya terdapat 52 bidang tanah yang sudah bersertipikat, hal ini dikarenakan pemerintah Desa Singogalih menolak adanya proyek pensertipikatan masal seperti di desa lainnya di Kecamatan Tarik, penyebabnya adalah pemerintah desa takut pemasukan kas desa akan berkurang jika tanah masyarakat sudah bersertipikat serta masyarakat hanya memandang sempit fungsi dari sertipikat tanah, mereka menganggap mempunyai tanah hanya untuk keperluan jual beli saja dan itu hanya diperlukan letter C dari desa bukan sertipikat tanah.
Sedangkan daerah perkotaan yang diwakili oleh Desa Banjarbendo Kecamatan Sidoarjo dengan jumlah tanah yang sudah bersertipikat Hak Milik 1.228.bidang. Di kecamatan ini tidak terkena proyek sertipikat masal (Prona, Ajudikasi) jadi sertipikat yang dimiliki masyarakat murni karena keinginan atau minat masyarakat untuk mensertipikatkan tanahnya. Hal ini karena banyaknya pengembang perumahan di wilayah perkotaan, dan minat penduduk perkotaan yang sudah tinggi akan sertipikat tanah.
Masyarakat pedesaan dan perkotaan yang masing-masing dipengaruhi oleh aspek sosial, ekonomi, budaya, dan hukum membentuk suatu persepsi tersendiri tentang pensertipikatan tanah. Hal inilah yang mempengaruhi minat masyarakat dalam mensertipikatkan tanahnya.
5. Pembahasan
Percepatan pendaftaran tanah yang dilaksanakan pada Kantor Pertanahan Kabupaten Sidoarjo, keberhasilannya sangat tergantung oleh partisipasi masyarakat. Upaya yang dilakukan Kantor Pertanahan untuk meningkatkan partisipasi dan animo masyarakat agar mensertipikatkan tanahnya adalah dengan sosialisasi atau penyuluhan. Akan tetapi minat yang timbul dari masyarakat baik di pedesaan dan perkotaan untuk mensertipikatkan tanahnya sangat dipengaruhi oleh aspek sosial, aspek budaya, aspek ekonomi, dan aspek hukum yang akan membentuk suatu persepsi masyarakat terhadap sertipikat dan pada akhirnya menimbulkan minat pada masyarakat.
Aspek Sosial
Aspek sosial merupakan aspek yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan masyarakat, pendidikan ini dipengaruhi pengetahuan yang diperoleh oleh masyarakat baik melalui jenjang pendidikan atau diperoleh secara otodidak. Hal ini dipengaruhi juga oleh pengalaman individu. Makin banyak pengalaman seseorang maka pengetahuannya juga semakin besar, karena mereka belajar dari pengalaman. Demikian juga dengan tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka wawasannya semakin luas.
Partisipasi dalam hal pertanahan terkait dengan tingkat intelektualitas masyarakat adalah isu yang terangkat dari fenomena empiris dimana ada indikasi bahwa kelompok masyarakat yang aktif terlibat dalam kegiatan pertanahan adalah mereka yang terdidik atau paling tidak buta aksara. Adapun bentuk partisipasi dari isu ini terlihat pada bidang pendaftaran tanah dan sertipikasi tanah. Hal ini dapat dipahami bahwa pengurusan pendaftaran tanah khususnya sporadis membutuhkan pengetahuan, kesadaran, dan keberanian untuk mengurusnya karena berhubungan dengan birokrasi dan prosedur yang tidak sederhana.
Pengetahuan disini berkaitan dengan keluasan wawasan, penguasaan dan pemahaman masalah administratif berkaitan dengan pertanahan. Kesadaran biasanya sebagai bentuk sikap yang mengarah pada tindakan riil, sedangkan keberanian adalah menyangkut keberanian dalam pengurusan ke kantor-kantor atau instansi yang biasanya bagi orang-orang yang tidak berpendidikan merupakan suatu hal yang menakutkan atau paling tidak mereka enggan (Tim Peneliti Puslitbang BPN, 2005).
Pendidikan masyarakat yang relatif masih rendah sehingga mereka kurang mengerti maksud dan tujuan adanya program-program pemerintah yang salah satu diantaranya adalah pensertipikatan tanah, sehingga minat untuk mensertipikatkan tanahnya juga rendah.
Pada masyarakat yang relatif maju (perkotaan), pemahaman terhadap arti pentingnya sertipikat cukup baik. Hal ini ditunjukkan oleh pemanfaatan sertipikat untuk memperoleh modal atau uang melalui jaminan ke bank. Sedangkan untuk masyarakat pinggiran (desa) belum menunjukkan hal yang sama dalam arti pemahamannya sangat kurang. Kekurang pahaman ini pararel dengan pemahaman tentang proses pensertipikatan tanah baik dari segi persyaratan, prosedur dan pembiayaan. Efek selanjutnya adalah kemauan mensertipikatkan tanah juga rendah. Secara umum dapat dikatakan bahwa rendahnya pensertipikatan tanah disebabkan oleh :
a. Manfaat sertipikat belum melekat pada diri pemilik tanah. Terdapat anggapan bahwa tanpa sertipikatpun tanahnya tidak akan berkurang nilai manfaatnya.
b. Informasi dari orang lain bahwa mensertipikatkan tanah sesuatu pekerjaan yang ”sulit, mahal, dan lama”.
c. Pensertipikatan akan dilakukan ketika ada kepentingan : waris, sengketa, jual beli dan lain-lain.
d. Pengenaan BPHTB yang cukup tinggi mengakibatkan bahwa biaya secara keseluruhan sampai keluarnya sertipikat menjadi mahal (Tim Peneliti Puslitbang BPN, 2005).
Jadi aspek sosial dalam hal ini tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap minat masyarakat untuk mensertipikatkan tanahnya.
Aspek Ekonomi
Aspek ekonomi yang paling dominan adalah tingkat penghasilan atau pendapatan masyarakat selain itu pertumbuhan ekonomi suatu daerah juga berpengaruh. Pada masyarakat perkotaan dengan pekerjaan utama adalah pegawai negeri dan swasta tentunya mempunyai penghasilan yang tetap dan lebih tinggi dibandingkan masyarakat desa yang pada umumnya bekerja sebagai petani. Sehingga pada masyarakat
Pengenaan pajak atas tanah BPHTB yang cukup tinggi menyebabkan animo masyarakat dalam mensertipikatkan tanah menjadi berkurang. Rata-rata animo masyarakat pinggiran (desa) dalam mensertipikatkan tanahnya belum setinggi di perkotaan (Tim Peneliti Puslitbang BPN, 2005).
Pertumbuhan ekonomi suatu daerah ditandai dengan masuknya investor untuk menanamkan modalnya sehingga perekonomian daerah menjadi tumbuh dan berkembang. Sebagai contohnya masuknya para pengembang atau investor untuk pembangunan perumahan terutama di daerah perkotaan menyebabkan masyarakat lebih berkeinginan untuk mensertipikatkan tanahnya, selain untuk kepastian hukum juga untuk meningkatkan nilai tanahnya serta dengan sertipikat dapat memberikan manfaat terhadap kesejahteraan ekonomi (sebagai jaminan untuk memperoleh kredit sehingga bisa memajukan usaha).
Aspek Budaya
Aspek budaya dalam pembahasan ini adalah adanya motivasi atau kepentingan yang mempengaruhi kebutuhan untuk mensertipikatkan tanah. Partisipasi masyarakat sangat dipengaruhi oleh motif-motif atau kepentingan-kepentingan masyarakat itu sendiri. Sebagai contoh, masyarakat akan berusaha mendaftarkan bidang tanah yang dimiliki untuk diterbitkan sertipikatnya apabila tanah tersebut akan dijual. Ini dilakukan sebab jika tanah yang dimiliki belum bersertipikat maka kemungkinan yang akan terjadi tanah tersebut tidak laku dijual atau laku dijual dengan harga relatif rendah. Oleh sebab itu mereka berupaya mendaftarkan tanah miliknya karena ada kepentingan untuk menjual tanah tersebut.
Kebalikannya adalah sikap apatis dari masyarakat yang ditunjukkan oleh anggapan dan pemahaman bahwa tanah tanpa sertipikatpun tidak mempengaruhi kuat atau lemahnya pemilikan/penguasaan tanah. Masyarakat menganggap sudah cukup aman menempati atau mengusahakan tanahnya, sehingga sertipikat tidak memberikan nilai lebih yang bermanfaat langsung kepada pemiliknya, sepanjang tidak diganggu oleh orang lain (Tim Peneliti Puslitbang BPN, 2005).
Di daerah perkotaan sertipikat sudah merupakan suatu kebutuhan. Hal ini dikarenakan tujuan pensertipikatan tanah di
Aspek Hukum
Aspek hukum merupakan tujuan utama dari sertipikat hak atas tanah, dimana masyarakat perlu suatu legalitas atas kepemilikan tanahnya untuk tujuan keamanan karena tanah adalah asset yang nilainya selalu meningkat dan suatu obyek yang rawan sengketa. Arti penting pensertipikatan tanah adalah dalam rangka memberikan kejelasan dan kepastian hukum kepemilikan tanah, arti penting ini berkaitan dengan kemanfaatannya.
Masyarakat perkotaan lebih mengerti aspek kondisi fisik tanah itu sendiri (seperti berapa luasnya) dibandingkan dengan aspek penguasaan/pemilikan tanah (seperti siapa pemiliknya). Sebaliknya masyarakat pedesaan lebih mengerti aspek penguasaan/pemilikan tanah (seperti siapa pemiliknya) dibandingkan dengan kondisi fisik tanah itu sendiri (seperti berapa luasnya). Keterangan tentang kondisi fisik dan yuridis bidang tanah merupakan dasar dalam memperkuat kepastian hukum hak milik atas tanah (Tim Peneliti Puslitbang, 2005).
Secara komprehensif hasil analisis aspek-aspek tersebut di atas, berikut ini disajikan persamaan dan pebedaan persepsi antara masyarakat perkotaan dan pedesaan terhadap minat masyarakat untuk mensertipikatkan tanahnya.
Persamaannya adalah sebagai berikut :
1. Baik masyarakat di
2. Masyarakat baik di
3. Masyarakat di perkotaan dan pedesaan mengerti bahwa dengan terbitnya sertipikat hak milik atas tanah selain memberi manfaat juga memberikan dampak terhadap pemiliknya maupun pemerintah.
4. Partisipasi masyarakat baik di perkotaan maupun pedesaan untuk mensertipikatkan tanahnya sangat dipengaruhi oleh motif-motif atau kepentingan-kepentingan masyarakat itu sendiri.
Perbedaan yang ditunjukkan berdasarkan masing-masing aspek adalah :
Aspek yang mempengaruhi | Perbedaan Persepsi Masyarakat | |
Perkotaan (Kec. Sidoarjo) | Pedesaan (Kec. Tarik) | |
1. Sosial | Pendidikan yang cukup tinggi dan wawasannya luas sehingga pemahaman akan pentingnya sertipikat sangat tinggi | Pendidikannya relatif rendah sehingga pemahaman tentang sertipikat juga rendah |
2. Ekonomi | Mempunyai penghasilan tetap dan relatif cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, maka meskipun biaya sertipikat mahal masyarakat tetap berusaha untuk mensertipikatkan tanahnya | Mempunyai penghasilan yang tidak tetap dan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga persepsi masyarakat akan biaya yang sertipikat yang mahal membuat mereka tidak berminat mensertipikatkan tanahnya |
3. Budaya | Motivasi yang kuat menciptakan suatu persepsi bahwa sertipikat merupakan suatu kebutuhan | Motivasi masyarakat masih rendah sehingga tanah dianggap sebagai tanah saja bukan sebagai aset. Persepsi masyarakat untuk mensertipikatkan tanah masih kurang karena mereka menganggap dengan bukti Letter C saja sudah cukup. |
4. Hukum | Aspek kondisi fisik tanah itu sendiri (luasan tanah) | Aspek penguasaan/pemilikan tanah (siapa pemiliknya) |
Dari pembahasan diatas diketahui bahwa aspek sosial, ekonomi, budaya, dan hukum sangat mempengaruhi persepsi masyarakat baik diperkotaan maupun di pedesaan untuk mensertipikatkan tanahnya. Dari persepsi itu kemudian timbul minat masyarakat untuk mensertipikatkan tanahnya. Dukungan pemerintah dengan mengadakan program PRONA, Ajudikasi, Sertipikat Masal Swadaya dapat menggugah minat masyarakat, tetapi program-program pemerintah tersebut jika tidak mendapat dukungan dari pemerintah desa akan menjadi suatu program yang sia-sia meskipun sosialisasi sudah sering dilakukan, karena seringkali pemerintah desa merasa ketakutan akan kehilangan pemasukan kas desa jika warganya sudah mempunyai sertipikat bukan letter C lagi. Hal ini disebabkan jika terjadi transaksi jual beli tanah yang sudah bersertipikat maka masyarakat akan pergi ke Notaris dan tidak ada kepengurusan masalah transaksi tersebut ke Kelurahan, sedangkan jika tanah tersebut belum bersertipikat (letter C) maka segala urusan transaksi tersebut akan melibatkan pihak pemerintah desa, dan ini merupakan pemasukan kas.
Peningkatan pemahaman akan pentingnya sertipikat tanah dan bagaimana masyarakat memandang tanah sebagai apa sangat mempengaruhi minat masyarakat untuk mensertipikatkan tanahnya, jika masyarakat memandang tanah tersebut sebagai aset yang mempunyai nilai investasi tinggi dan perlu adanya kepastian hukum, maka masyarakat dengan sendirinya akan mensertipikatkan tanah tersebut biasanya minat pribadi ini ada pada masyarakat perkotaan yang mempunyai pendidikan dan wawasan pengetahuan yang luas, mempunyai cukup uang untuk biaya sertipikat, dan sudah ’melek’ hukum sehingga pemahaman akan pentingnya sertipikat sudah tinggi dan tahu benefit apa yang akan diperoleh jika tanah sudah bersertipikat. Berbeda dengan masyarakat pedesaan yang hanya memandang tanah sebagai obyek tanah saja tidak mempunyai arti lebih kecuali kalau mau dijual dan itu pasti akan mendatangkan uang, dengan pemahaman yang tentang tanah yang rendah ini maka kecil sekali minat yang mungkin timbul untuk mensertipikatkan tanahnya. Hal ini disebabkan penjualan tanah dengan letter C sudah dapat dilakukan tanpa harus mempunyai sertipikat tanah, meskipun dengan harga yang tidak setinggi tanah yang sudah bersertipikat.
Dengan terbitnya sertipikat hak atas tanah akan memberi manfaat dan dampak bagi pemilik dan pemerintah. Bagi pemerintah dengan sertipikat tanah keadaan kepemilikan tanah lebih tertib administrasinya, dan memudahkan informasi tentang subyek dan obyek pajak. Bagi masyarakat, pensertipikatan tanah akan menjamin kepastian hukum terhadap kepemilikan tanah sehingga mencegah terjadinya sengketa kepemilikan tanah.
7. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan yang telah diuraikan diatas adalah :
1. Aspek sosial, ekonomi, budaya, dan hukum sangat berpengaruh pada pembentukan persepsi masyarakat terhadap sertipikat tanah. Persepsi masyarakat bahwa pengurusan sertipikat itu mahal, membutuhkan waktu yang lama, dan prosedur yang berbelit-belit menyebabkan masyarakat enggan untuk mensertipikatkan tanahnya, meskipun sudah terbentuk suatu pemahaman akan pentingnya arti sertipikat tanah. Bahwa partisipasi masyarakat untuk mensertipikatkan tanah sangat dipengaruhi oleh motif-motif dan kepentingan masyarakat itu sendiri. Tingkat pendidikan yang tinggi akan membentuk persepsi akan arti pentingnya sertipikat tanah, dengan tingkat pendapatan yang tinggi akan mendorong masyarakat untuk mensertipikatkan tanahnya dan faktor biaya tidak merupakan masalah sehingga persepsi masyarakat yang terbentuk tentang mahalnya biaya sertipikat tanah bisa diabaikan. Selain itu sertipikat tanah akan meningkatkan status sosial masyarakat itu sendiri. Untuk kepentingan usaha, sertipikat tanah bisa digunakan sebagai agunan untuk memperoleh kredit perbankan sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan pemiliknya dan juga meningkatnya nilai tanah sebagai salah satu investasi. Adanya motif-motif yang mempengaruhi masyarakat untuk mensertipikatkan tanahnya sehingga sertipikat dianggap sebagai suatu kebutuhan. Kepastian hukum yang merupakan manfaat dari sertipikat tanah akan memberikan rasa aman akan penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan tanahnya sehingga bisa dikelola semaksimal mungkin untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2. Minat masyarakat pedesaan terhadap pensertipikatan tanah masih kurang karena tingkat pemahaman akan manfaat sertipikat tanah yang sangat kurang, kondisi ekonomi yang kurang mendukung disebabkan biayanya yang mahal dan pendapatan yang ada hanya cukup untuk pemenuhan kebutuhan fisiologis. Selain itu masyarakat desa umumnya bersikap apatis dan statis, sulit untuk berkembang dan kurang mengerti maksud dan tujuan program-program dari pemerintah. Dan akan mendaftarkan tanahnya jika terpaksa, misalnya jika akan terjadi jual beli, waris.
Pada masyarakat perkotaan minat terhadap pensertipikatan tanah cukup tinggi karena dengan tingkat pendidikan yang tinggi maka memiliki pemahaman akan arti pentingnya sertipikat tanah dan manfaat yang bisa diambil. Karena sebagian besar adalah pegawai negeri dan swasta maka tingkat pendapatannya lebih dari cukup untuk sekedar pemenuhan kebutuhan fisiologis, sehingga biaya bukan menjadi kendala bahkan mensertipikatkan tanah sudah menjadi kebutuhan. Pertumbuhan ekonomi yang cepat di perkotaan membuat nilai tanah semakin naik dan hal ini memacu terjadinya sengketa tanah, sehingga minat masyarakat untuk mensertipikatkan tanahnya tinggi.
Daftar Pustaka
Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Sidoarjo. Proyeksi Pertumbuhan dan Kendala yang Dihadapi (Bab II). Diambil tanggal 24 Nopember 2009.
http://www.bappekab.sidoarjokab.go.id/?file=03-doc-rencana/properda-bab2.htm.
Kamisa. 1997. Pengertian Minat. Diambil tanggal 28 Oktober 2009. http://creasoft.files.wordpress.com/2008/04/2minat.pdf.
Kantor Pertanahan Kabupaten Sidoarjo. 2008. Buku Laporan Tahunan Kantor Pertanahan Kabupaten Sidoarjo.
Nursalam. 2003. Kondisi Yang Mempengaruhi Minat. Diambil tanggal 28 Oktober 2009. http://creasoft.files.wordpress.com/2008/04/2minat.pdf.
Pemerintah Kabupaten Sidoarjo. 2007. Sidoarjo Dalam Angka. http://www.sidoarjokab.go.id/other/SdaAngka/index.php?data=2007/KEPENDUDUKAN.htm. Diambil tanggal 30 Oktober 2009.
Pemerintah Kabupaten Sidoarjo. Peluang Investasi. http://www.sidoarjokab.go.id/main.php?content=ekonom/inves/inves_tamb.htm. Diambil tanggal 24 November 2009.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Risnarto. 2009. Keberlanjutan Program Penetapan dan Pendaftaran Hak Atas Tanah. Tanggapan Puslitbang BPN RI, Terhadap Laporan Pendahuluan Keberlanjutan Program Penetapan Dan Pendaftaran Hak Atas Tanah, LMPDP Komponen 1 Bappenas, Jakarta 30 April 2009.
Yuliani, Ria. 2007. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Minat Masyarakat Dalam Pensertipikatan Tanah Di Desa Kedungrandu Kecamatan Patikraja Kabupaten Banyumas. Skripsi. Diambil tanggal 20 Oktober 2009.
http://pustaka-agraria.org/pages/agrariapedia/publikasi/stpn.php.
Tim Peneliti Puslitbang BPN. 2005. Persepsi Masyarakat Terhadap Pelayanan Sertipikasi Tanah. Jurnal IPTEK Pertanahan Vol. V No. 3. Hal. 1-22.
Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria (UUPA).
Winoto, Joyo. 2006. Reforma Agraria Tak Boleh Sembrono. Tempo 10 Desember 2006. Hal. 46-50.