Esoknya baru dimulailah petualangan itu...kita split tim lagi jadi dua yang satu ke perbatasan Temajuk di Kecamatan Paloh dan satunya lagi di perbatasan Aruk di Kecamatan Sajingan Besar...Guide kami dari kantor sudah wanti-wanti dari awal kalau perjalanan paling berat ke Border Aruk...karena medannya cukup berat jadi kondisi fisiknya harus benar-benar fit...kebetulan dalam tim kami hanya ada satu cowok dan dari kemarin saya sendiri yang ingin ke border Aruk karena terinspirasi dari film "Tanah Surga katanya"... Pukul 09.15 dengan naik mobil double gardan kita siap menuju perbatasan Aruk...semula memang jalan aspal bagus tapi agak jauh jalan yang kami lewati sudah mulai rusak dan semakin jelek kondisi aspalnya. Setelah berjalan satu setengah jam sampailah kita di Desa Galing...kita berhenti untuk istirahat makan dan ngopi... Pukul 11.15 kita lanjutkan perjalanan lagi dengan kondisi jalan tanah berbatu...dan tersisa 70 km lagi perjalanan dengan kondisi jalan berbatu bergelombang dan rawan longsor, jembatan yang adapun jembatan kayu yang sangat sederhana meski masih cukup kuat untuk dilewati mobil...sepanjang perjalanan yang kita temui adalah hutan yang dibeberapa bagian tampak habis terbakar sebagai pola perladangan berpindah yang dilakukan suku dayak...tampak juga perkebunan sawit di tengah areal hutan yang merupakan kebun rakyat, beberapa rumah penduduk dan selebihnya adalah pemandangan alam yang cukup indah dan masih alami.
Kondisi jalan ke perbatasan Aruk
Aktivitas perekonomian penduduk pun cukup bervariasi. Mata pencaharian utama masyarakat Sajingan sebagai petani karet, terdapat perkebunan karet rakyat disana, selain itu ada beberapa warung makan, toko kelontong, tempat cuci motor sampai bengkel juga ada. Cukup berkembang akan tetapi kita coba untuk flasback ke belakang sebelum terbukanya akses jalan dari Sajingan ke kota Sambas.
Menurut Camat setempat, dahulu Sajingan tidak seramai dan seberkembang sekarang. Sebelum terbuka akses jalan kehidupan masyarakat perbatasan sangat tergantung dengan negara tetangga kita Malaysia, kampung Biawak adalah kampung terdekat dengan Desa Aruk.
Setiap hari masyarakat kita pergi ke Biawak untuk berbelanja memenuhi kebutuhan hidup mereka atau sekedar untuk minum kopi, ketergantungan masyarakat desa Aruk tersebut terjadi selama bertahun-tahun karena memang pada saat itu kita bebas keluar masuk perbatasan tanpa diperlukan surat keterangan atau paspor.