Monday, October 22, 2012

THE NATURAL BEAUTY OF TERNATE



Ternate....sebuah kota yang dalam benakku jauh sekali tempatnya dan tidak ada kesan indah didalamnya...meski begitu dalam hati ada keinginan untuk kesana...
Perjalanan ke Ternate dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih 5 jam dari Jakarta dengan transit 30 menit di Manado...jadi lumayan pegel juga duduk...tapi begitu sampai di Bandara Sultan Babullah disambut dengan pemandangan gunung Gamalama yang indah hilang sudah semua rasa capek...dalam hati berkata ini baru pembukaan...
Kota Ternate terletak di Pulau Ternate, dimana kotanya berada di kaki gunung Gamalama...dengan kondisi geografi berbukit dan jalan aspal yang bagus. Tidak dibutuhkan waktu yang terlalu lama kalau kita ingin mengelilingi kota Ternate...akan tetapi pemandangan yang disuguhkan kota ini sangat sangat indah...Subhanallah...
Mulai dari airport kemudian melewati pasar Gamalama dan pelabuhan dengan latar Pulau Tidore..sangat menawan...


Selama di jalan kanan kiri kita adalah gunung Gamalama yang sedemikian eloknya dan panorama pantai yang sangat indah dengan deburan ombaknya. Alam yang masih asri...natural...indah...
Perjalanan kita teruskan sampai di Batu Angus Kulaba, disini merupakan tempat batu-batu sebagai hasil lahar panas saat terjadi letusan gunung Gamalama. Tempat tersebut dikelola oleh Pemda untuk dijadikan tempat wisata dengan latar indahnya pantai dan pulau-pulau disekitar kota Ternate...
Beberapa view cantik yang diambil dari kawasan Batu Angus...








Dari Batu Angus perjalanan kita lanjutkan ke Pantai Sulamadaha...pemandangan disini juga tidak kalah menariknya...Pantai Sulamadaha pantai dengan airnya yang bening jernih dan suara deburan ombak yang memecah karang...sangat menawan...jika kita berjalan ke lebih dalam lagi terdapat Houl Sulamadaha...dimana mata kita dimanjakan dengan terumbu karang yang bagus yang dapat dilihat secara langsung oleh mata...dimana ikan-ikan kecil bergerombol beriringan...dan bulu-bulu babi yang bersembunyi diantara karang....sungguh indah...
Houl Sulamadaha ini bisa dikatakan sebagai muaranya pantai...Hanya saja untuk dapat ke Houl Sulamadaha belum ada jalan yang bagus jadi mesti kita melewati batu-batu...kadang berjalan sambil merangkak  takut kepeleset karena licin. Tapi semua jadi terbayar lunas dengan suguhan alamnya....
Foto-foto dari Pantai Sulamadaha dan Houl Sulamadaha










Mengunjungi Ternate seperti mengunjungi kota tua...dari sejarah kita tahu kalau orang Portugis pertama mendarat di Ternate...jadi disana terdapat sebuah benteng yang dibangun pada tahun 1540 yaitu Benteng Tolukko...terdapat ruang bawah tanah dalam benteng ini sebagai tempat berlindung...Benteng Tolukko sekarang disulap menjadi taman yang indah dan dari atas benteng kita bisa melihat rumah-rumah penduduk sepanjang pantai dan pelabuhan dari kejauhan..





Menjelang sore perjalanan kita berlanjut ke Danau Tolire...sebuah danau berwarna hijau...saking dalamnya danau itu maka jika kita melemparkan batu dari atas tidak tahu jatuhnya dimana....menurut cerita banyak buaya di dalam danau Tolire...pemandangan danau Tolire berlatar gunung Gamalama nan hijau....



Kami melewati sore ini di sebuah cafe sambil menikmati camilan khas kota Ternate singkong dan pisang goreng yang dimakan dengan sambal yang ditemani oleh Guraha...minuman sejenis wedang jahe tetapi menggunakan gula merah dan irisan kenari...hmmm nikmat sangat mendukung cuaca yang mendung dan hawa yang dingin sehabis diguyur hujan...
Makanan ini dinikmati sambil melihat pemandangan seperti diuang kertas 1000...its real...indahnya Pulau Tidore di pelupuk mata...





Jalan-jalan di kota Ternate sudah barang tentu kita tidak boleh melewatkan kuliner khasnya...karena daerah pesisir maka ikan menjadi sajiannya...ikan kuah asam...ikan bakar...ikan asap...tapi ada satu yang paling menarik yaitu Gohu...makanan ini terbuat dari ikan cakalang mentah yang dipotong kecil-kecil dan dicampur dengan bawang merah, cabe, daun kemangi, dan lemon cui, kemudian disiram minyak panas...Gohu lebih cocok dimakan dengan sagu yang sudah diolah berbentuk lembaran seperti roti tawar atau singkong rebus...sungguh sensasi makannya jadi beda...hanya saja Gohu ini dapat dijumpai di pasar tradisional bukan di restoran. (tidak kalahkan dengan Sashiminya Jepang...).

Perjalanan ke Ternate kita tutup dengan jalan-jalan ke pasar besi putih...buat beli oleh-oleh berupa gelang, kalung, cincin...harganya lumayan terjangkau...tetapi tetap jangan lupa menawar...Pasar ini buka sampai jam 10 malam...jadi banyak waktu buat kita untuk memilih barang...
Sekedar informasi bahwa alat transportasi utama masyarakat di Ternate adalah ojek dengan tarif Rp. 3000 sampai Rp. 5000, dengan tarif segitu maka kita bisa keliling kota Ternate (murah kan..????). Angkutan kota (angkot) juga ada hanya saja dihitung per kepala...tarifnya Rp. 5000. Sedangkan jika kita ingin naik taksi (mobil) tarifnya juga dihitung per kepala Rp. 50.000...
Angkutan ke airport juga bisa dengan ojek hanya saja tarifnya Rp. 20.000...kalau kita rombongan mending naik angkot saja..tarifnya Rp. 50.000 (murah meriah full musik lagi...)...karena angkot disana umumnya menyetel musik keras-keras kalau lagi di jalan....


Saya sangat terkesan sekali dengan kota Ternate...ingin rasanya kembali kesana...dan harus menyeberang ke Pulau Tidore atau Halmahera....

Salam A.C.I

Aku Cinta Indonesia...



Jakarta, Oktober 2012


Monday, October 1, 2012

PERANAN LEADERSHIP DALAM MENYUSUN STRATEGI DEMI KEMAJUAN PERUSAHAAN

I. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan jaman, bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan manusia maka banyak usaha baru bermunculan dengan berbagai bentuk jenis usaha baik berupa barang maupun jasa dimana kualitas produk dan pelayanan yang baik pada konsumen akan membuat konsumen loyal terhadap suatu barang atau jasa. Dengan banyaknya lapangan usaha yang baru diharapkan dapat menyerap tenaga kerja yang ada. Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan asset bagi perusahaan yang bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin guna mencapai tujuan perusahaan, oleh karena itu manusia mempunyai peranan yang sangat penting.
Karakteristik manusia yang sangat unik karena memiliki sifat, sikap, perilaku, keahlian dan ketrampilan yang berbeda-beda menghasilkan sesuatu yang kompleks dalam suatu organisasi atau perusahaan. Ketrampilan dan keahlian manusia bisa dengan mudah ditingkatkan dengan adanya pelatihan, tetapi sifat, dan perilaku sangat sulit dirubah sehingga bisa mempengaruhi budaya perusahaan. Budaya perusahaan pun ada yang baik dan ada yang tidak, mengubah budaya perusahaan yang tidak baik adalah sangat sulit, mengingat di dalamnya terdapat berbagai macam individu yang berbeda. Penempatan sumber daya manusia pada tempatnya sesuai bidang dan keahliannya dapat membawa perusahaan pada tujuan yang ingin dicapainya, karena mereka bekerja sesuai dengan fungsinya. Sehingga diperlukan motivasi yang baik dan kuat untuk dapat meningkatkan kinerja karyawan. Motivasi ini bisa berasal dari dalam diri individu itu sendiri juga bisa berasal dari pimpinan organisasi atau perusahaan.
Keadaan kehidupan seperti tersebut di atas, mau tidak mau mengharuskan suatu perusahaan atau organisasi untuk selalu siap menerima, mengantisipasi, mengelola, dan menyesuaikan diri terhadap perkembangan dan perubahan yang terjadi agar bisa tetap menjadi organisasi yang eksis.
Dalam menghadapi situasi yang selalu berkembang dan berubah maka diperlukan seorang pemimpin atau leader yang mempunyai faktor kepemimpinan atau leadership yang sangat andal dalam suatu organisasi. Hal ini sangat penting sekali demi keberlangsungan suatu organisasi. Pengelolaan suatu organisasi atau perusahaan yang hanya bertujuan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya untuk mencapai tujuan perusahaan merupakan tujuan jangka pendek perusahaan yang sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan, tetapi keharusan untuk menjaga kesinambungan pelaksanaan kegiatan dan untuk selalu menang dalam kompetisi yang semakin ketat di dunia usaha sehingga bisa mempertahankan suatu organisasi atau perusahaan diperlukan kehadiran dan peranan seorang leader.
Pengelolaan karyawan yang ada di perusahaan dengan menciptakan suatu komunikasi kerja yang baik antara atasan dan bawahan sehingga tercipta hubungan kerja yang serasi dan selaras. Hal ini dapat meningkatkan etos kerja dan semangat karyawan sehingga prestasi kerja mereka dapat meningkat. Penilaian terhadap hasil kerja karyawan mutlak diperlukan, setelah itu harus ada penghargaan dan pengakuan kepada karyawan yang berprestasi, sehingga bisa memacu semangat berkompetisi antar karyawan.
Dalam kehidupan organisasi atau perusahaan sehari-hari tidak hanya ditentukan oleh peranan seorang leader dengan keunggulan leadershipnya, tetapi juga oleh kualitas yang tinggi dari para karyawan atau tenaga kerjanya. Para follower atau pekerja memiliki kesejajaran dengan leader sebagai individu, dan oleh karenanya kedudukan, wewenang, dan tanggung jawab serta kemampuan dan potensi yang ada pada mereka harus dapat dimanfaatkan bagi organisasi, lebih dari hanya sekedar dalam bentuk bekerja dan melaksanakan fungsi kekaryaannya. Disamping potensi untuk berkarya, potensi yang ada pada setiap diri individu pekerja dalam wujud karsa, daya cipta, dan cita rasapun seluruhnya harus disumbangkan untuk kepentingan organisasi (Suharsono, 2002).
Dengan demikian, keberhasilan suatu organisasi tidak hanya bergantung pada pemimpinnya (leader), tetapi juga ditentukan oleh peranan dan keberhasilan para karyawannya. Tetapi kepemimpinan yang sukses mutlak diperlukan untuk membawa organisasi atau perusahaan menuju masa depan. Oleh karena itu keputusan-keputusan yang diambil oleh seorang pemimpin adalah keputusan-keputusan yang strategik, dimana dalam mengerjakan sesuatu hal harus tetap berfokus pada tujuan dan selalu mencari alternatif cara-cara baru yang lebih inovatif dan kreatif dalam mencapai tujuan tersebut.

II. Ringkasan
Ahmad Mukhlis Yusuf menjabarkan bahwa seorang pemimpin harus mempunyai visi dan misi yang jelas tentang arah organisasi dan akan dibawa kemana organisasi tersebut. Seorang pemimpin haruslah visioner, yang mampu melihat masa depan dan semua yang dilakukannya harus jelas, terarah, dan terukur demi kemajuan dan keberlangsungan organisasi.
Perkembangan dunia bisnis yang sangat pesat dengan persaingan yang ketat membuat organisasi harus berpikir untuk mengambil langkah ke depan mengenai hal-hal apa saja yang harus dilakukan agar bisnis organisasi bisa berlangsung terus (sustainable) dan tidak hanya berfokus pada profit. Setiap organisasi harus kreatif dan mampu berinovasi menciptakan peluang usaha atau bisnis baru. Agar tujuan tersebut bisa tercapai maka visi dan misi perusahaan harus dikomunikasikan dan disosialisasikan mulai dari top management, manager, hingga karyawan. Tujuan atau goals perusahaan/organisasi, bisnis, serta pekerjaan sampai pada level individu harus dirinci secara jelas. Selain itu hal yang terpenting adalah menentukan strategi level bisnis.
Langkah-langkah tersebut di atas juga dilakukan Kantor Berita Antara yang merupakan kantor berita nasional berdiri sejak tahun 1939. Kantor Berita Antara harus mampu berbenah diri agar bisa masuk dalam pasar global. Pasar Antara adalah media-media komunikasi baik cetak maupun elektronik yang ada di Indonesia. Dengan perkembangan teknologi dan pelanggan yang berubah, maka Antara juga mengembangkan sayapnya untuk masuk ke dunia ritel yaitu dengan mengeluarkan contentnya, melakukan service untuk publik, dan melakukan promosi dengan membuat iklan.
Untuk mewujudkan tujuan dari Kantor Berita Antara diperlukan strategi dengan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia yang dimiliki dan membutuhkan modal yang cukup memadai. Strategi eksekusi yang paling sulit dilaksanakan yaitu merubah culture perusahaan yang kurang baik menjadi suatu perusahaan dengan culture yang baik serta mempunyai sifat kepemimpinan yang mampu memberikan teladan yang baik bagi bawahannya. Tidak semua culture perusahaan harus dirubah tetapi dipilah terlebih, manakah yang harus dimodifikasi disesuaikan dengan visi dan misi perusahaan termasuk didalamnya hal yang substantif dan simbolik. Pemimpin harus bisa menjadi motivator bagi karyawannya untuk dapat mengambil keputusan strategis yang baik, seperti menginspirasi karyawan untuk melakukan yang terbaik, membuat pekerjaan yang dijalani menjadi sesuatu yang menarik dan memuaskan. Partisipasi karyawan diperlukan dalam pengambilan keputusan yang sesuai dengan pekerjaan yang ditekuni, dan diharapkan karyawan mampu melakukan pekerjaan-pekerjaan operasional demi tercapainya tujuan perusahaan. Pemberlakuan reward and punishment pada merupakan cara jitu untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas kinerja karyawan sehingga mempunyai karyawan dengan kompetensi yang tinggi.
Dari uraian di atas maka diperlukan seorang CEO yang tangguh dan ulet dengan kemampuan yang hebat sehingga mempunyai keberanian untuk mengambil keputusan strategis yang sangat diperlukan, karena CEO diibaratkan seorang nahkoda yang tahu kemana arah perahu atau perusahaan tersebut akan dibawa. Semua keputusan CEO tersebut berdasarkan pemikiran yang matang dan dengan mempertimbangkan segala aspek yang ada. Seorang pemimpin yang visioner sangat diperlukan dalam hal ini karena menyangkut kemampuannya untuk melihat ke depan dan meramalkan apa yang akan terjadi sehingga segala kemungkinan yang terjadi sebagai akibat keputusan yang diambil sudah dipikirkan juga cara mengantisipasinya sehingga perusahaan tetap berada posisi yang aman. Kemampuan seorang CEO untuk berinovasi dalam segala hal harus dilakukan, jadi bisa melakukan terobosan-terobosan baru sebagai upaya pengembangan perusahaan dan meningkatkan profit perusahaan.
Rajendra Kartawiria juga menjelaskan bahwa seorang CEO yang unggul adalah CEO yang tidak hanya bisa bekerja tetapi juga harus pandai memanage pegawai-pegawainya, mampu mempengaruhi dan memotivasi karyawan guna mencapai misi yang ditetapkan pimpinan, serta seorang CEO harus bisa menjadi entertainer yaitu tetap mampu terlihat ceria, senang mesti sedang bersedih, sehingga tetap bisa memberikan semangat pegawainya. Peran serta atau partisipasi pegawai adalah sangat penting untuk bisa memberikan advise ke top management, oleh karena setiap pegawai harus menunjukkan kinerja yang baik agar dilihat oleh pimpinan, dengan cara melaksanakan semua tugas dan kewajiban dengan baik, mengembangkan kemampuan untuk berpikir secara global, dan menjadi seorang yang profesional menjadi expert dibidanganya dengan membangun network, membentuk teamwork yang solid, dan mampu memberikan advise bagi unit-unit yang lain.
Oleh sebab itu setiap tindakan atau perlakuan harus mencerminkan Think Globally Act Locally (TGAL) secara professional yang mutlak diperlukan, artinya dalam suatu perusahaan semua orang yang terlibat di dalamnya merupakan teamwork tidak bekerja sendiri-sendiri, sehingga dalam satu manajemen perusahaan harus saling support satu sama lain. Dalam mengerjakan sesuatu pekerjaan harus dilakukan sebaik-baiknya dengan menunjukkan kemampuan terbaik yang dipunyai, selain itu karyawan diharapkan mempunyai target baik target perusahaan maupun individu. Selalu berpikir positif dalam berkompetisi dalam keadaan apapun, mampu memberikan ide-ide kreatif untuk meningkatkan profit.
Sebagai contohnya yaitu pada PT. Garuda Indonesia yang diharuskan melakukan restrukturisasi dengan merubah culture perusahaan yang lama untuk mengatasi keterpurukan yang menyebabkan kerugian perusahaan lebih besar lagi. Maka pada saat perusahaan terpuruk tersebut diperlukan advise yang bisa membantu top manajemen untuk mencari solusi dari masalah tersebut, advise tersebut antara lain :
1. Memadamkan api, yaitu menghentikan semua bisnis yang rugi, fokus pada persepsi pasar dan kompetensi diri, berusaha untuk merestrukturisasi hutang, mulai bekerja dengan kinerja operasional yang positif.
 2. Menanamkan visi, artinya berorientasi pada paradigma bisnis untuk meningkatkan revenue, mampu berpikir besar untuk tujuan yang besar, memperjelas langkah-langkah yang harus diambil, membuat aturan main yang baru system pay for performance, reward dan teamwork, sehingga orang bisa berpikir dan akhirnya memilih untuk tetap di dalam atau memutuskan pensiun.
3. Meningkatkan kredibilitas, artinya berusaha untuk menjadi lebih baik dan lebih baik lagi, tumbuh bersama-sama sehingga terjalin komunikasi dan image yang semakin menguat.
 4. Menjadi pemain domain, dengan cara meningkatkan loyalitas segmen pasar, melakukan ekspansi, menjadi pilihan utama konsumen dan menjadi trendsetter dari perusahaan lain.

5. Memanfaatkan kompetisi, yaitu mampu mengontrol kompetisi sehingga ekonomi tetap tumbuh, selalu membuat inovasi sehingga menjadi terdepan, dan berusaha mengembangkan usaha ke bisnis yang lain. 
 6. Mampu beradaptasi terhadap krisis yang terjadi, yaitu berusaha tetap bertahan saat krisis, melakukan ekspansi bisnis dengan hati-hati, pada saat krisis kita melakukan persiapan atau melakukan pembenahan sehingga pada saat krisis sudah usai kita bisa melaju cepat dengan kompetisi baru.
 Peranan CEO sebagai pimpinan menentukan keberhasilan suatu perusahaan, seorang pemimpin yang transformational sangat diperlukan oleh sebuah organisasi atau perusahaan yang mempunyai keinginan untuk berubah menjadi perusahaan yang lebih maju bahkan menjadi leading di bidangnya, seperti yang diterangkan oleh Rudjito, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang mengambil kasus pada Bank BRI. Sebagaimana diketahui bahwa Bank BRI adalah bank pemerintah yang dulu pernah kalah bersaing dengan bank swasta yang banyak bermunculan. Untuk dapat bertahan dan menjadi leading bank, maka banyak sekali perubahan yang harus dilakukan. 
Usaha-usaha yang dilakukan oleh Bank BRI antara lain dengan mengusahakan setiap kantor cabang bisa mandiri dalam hal ini menjadi cabang enterpreneur yang bisa memenuhi kebutuhan kantornya sendiri dan berupaya untuk meningkatkan jumlah nasabahnya. Dan untuk menekan biaya operasional kantor maka untuk kantor unit hanya menyewa bangunan, sedang untuk kantor cabang baru ada kebijakan dari pusat kalau gedung kantor tersebut harus dibeli menjadi hak milik perusahaan. Setiap pemimpin kantor harus berupaya memotivasi bawahannya untuk memajukan kantornya. Dengan demikian upaya BRI untuk berubah harus didukung oleh semua pegawainya dan enviroment perubahan tersebut harus dirasakan oleh semuanya sehingga akan timbul semangat untuk meningkatkan kinerja dan memajukan kantornya. 
Kunci sukses dari industri perbankan adalah 
(1) service based industri, pelayanan bank yang baik, selalu bersikap helpfull terhadap nasabah yang sewajarnya akan membuat nasabah merasa nyaman, senang, dan puas sehingga transaksi bank yang semula dirasakan rumit dan sulit menjadi mudah; 
(2) trust based industri, bank harus membentuk kepercayaan masyarakat terhadapnya karena jika masyarakat percaya dan mau menyimpan uangnya pada bank tersebut; 
(3) risk based industri, industri perbankan mempunyai resiko yang sangat tinggi karena menyangkut dana masyarakat yang dikelolanya dan tergantung pada pergerakan ekonomi nasional maupun internasional. Oleh karena hal tersebut maka regulasi perbankan diatur oleh Bank Indonesia, sehingga dana masyarakat bisa terjamin keamanannya. 
 Menurut Rudjito, usaha-usaha yang dilakukan BRI untuk melakukan perubahan manajemen salah satunya dengan mendatangkan CEO dari luar BRI dan hal ini mendatangkan reaksi dari kalangan internal BRI baik positif maupun negatif. Sebagian dari mereka menaruh harapan yang tinggi dan sebagian yang lain bersikap skeptik bahkan tidak peduli. Pendekatan yang dilakukan CEO yang baru yaitu melalui: (1) basic human needs, menjalin kerjasama yang baik antara atasan dan bawahan, menganggap mereka teman dengan memberikan perhatian terhadap pekerjaan yang mereka lakukan serta kinerjanya, serta memberikan apresiasi pada hasil kerja bawahan berupa reward dan melakukan pendekatan dan teguran serta punishment jika mereka melakukan kesalahan; 2) first impression, seorang atasan harus memberikan kesan pertama yang baik sehingga yang tertanam dibenak para bawahannya adalah hal-hal yang baik; 3) open management, transparansi saat sekarang ini sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kepercayaan kepada manajemen perusahaan dan pengawasan bisa dilakukan oleh siapa saja sehingga memperkecil resiko terjadinya kecurangan. 
 Langkah pertama yang diambil oleh CEO dan Direksi adalah membangun dan menstimulasi komunikasi interaktif antara karyawan dan manajemen, menanamkan dibenak semua orang untuk selalu berpikir positif, dan membentuk suatu teamwork yang solid. Tetap saling berkompetisi tetapi bersinergis untuk kemajuan perusahaan.
 Setelah perubahan besar-besaran terjadi mulai dari recapitalization, restructuring, dan reorganization, maka setelah empat tahun hasil perubahan tersebut mulai terlihat. Hal ini antara lain ditandai dengan meningkatnya kesejahteraan pegawai BRI, kinerja yang semakin baik, keuntungan yang meningkat (RoE nomor 8 dari 1000 bank di dunia), komposisi loan yang semakin baik, membayar pajak yang tinggi dan mampu membayar deviden, serta peningkatan jumlah modal usaha. Sehingga mendapatkan penghargaan sebagai bank terbaik baik di dalam maupun luar negeri. 
Jadi kesuksesan suatu perusahaan memang ditentukan oleh pimpinannya dalam hal ini CEO. Faktor kepemimpinan CEO inilah yang menjadi kunci utama bagaimana suatu masalah dalam perusahaan bisa diputuskan, bagaimana keputusan-keputusan strategis dalam perusahaan diambil sehingga perusahaan menjadi leading di bidangnya, menjadi perusahaan yang kuat yang didukung oleh sunber daya manusia yang berkualitas. Dan hal ini tentu saja tidak berasal dari diri pribadi CEO sendiri tetapi juga didukung oleh tim-tim ahli dibidangnya yang bisa memberikan advice yang sangat diperlukan untuk kemajuan perusahaan. 
 III. Opini dan Pendekatan Teoritis 
Suatu perusahaan akan menjadi lebih baik dan mengalami kemajuan apabila didukung oleh semua pihak baik yang berada di level karyawan maupun manajemen. CEO dan Direksi pasti akan membuat strategi perusahaan atau organisasi yang baru untuk merubah culture perusahaan yang lama yang dirasa harus diperbaharui karena sudah tidak relevan lagi dengan pencapaian visi dan misi perusahaan. Akan tetapi suatu strategi tidak akan berjalan sesuai yang diharapkan apabila eksekusi yang dilakukan salah. Kegagalan terbesar suatu perusahaan adalah kesalahan dalam pengambilan keputusan (strategi eksekusi), karena semua kebijakan yang baik tidak akan ada artinya jika salah dalam melangkah. Strategi eksekusi tersebut akan gagal jika pimpinan (CEO) salah dalam melihat masa depan (tidak visioner), tidak fokus dalam mengerjakan sesuatu dalam hal ini belum memahami pekerjaan secara mendalam. 
Denni (2009) menyatakan bahwa strategi sering gagal sebab tidak di eksekusi dengan baik, apakah karena organisasi yang tidak mampu menjadikannya itu terjadi atau para pemimpin yang keliru melihat atau menganalisa tantangan-tantangan yang dihadapi perusahaan atau bisa jadi keduanya. 
Terlepas dari strategi dan bagaimana cara eksekusi strategi tersebut, dalam kenyataannya tidak semua orang mengetahui apa itu eksekusi. Ram Charan menyatakan bahwa Eksekusi adalah disiplin dalam menyelesaikan hal-hal yang sangat penting. Ram Charan dalam Denni (2009) juga menyatakan bahwa untuk memahami eksekusi, kita harus mengingat 3 hal pokok: 
1. Eksekusi adalah suatu disiplin terpadu dengan strategi. 
2. Eksekusi adalah tugas utama pemimpin bisnis. 
3. Eksekusi harus menjadi unsur inti dari budaya organisasi.
Secara mendasar eksekusi adalah suatu proses sistematis untuk menjabarkan realita dan juga tindakan nyata, karena banyak perusahaan yang tidak mampu menghadapi kenyataan yang ada secara baik. 
Demi keberlangsungan perusahaan maka dari sisi internal perusahaan harus diperbaiki hingga mempunyai teamwork yang solid melalui perbaikan komunikasi antara atasan dan bawahan, jelas beban tugasnya sesuai dengan kredibilitas dan kemampuan masing-masing pegawai sehingga pencapaian tujuan perusahaan bisa optimal. Jika dari sisi internal sudah baik dalam arti telah terbentuk daya saing yang kuat dari perusahaan maka pembenahan dari sisi eksternal bisa dilakukan yaitu melalui pencitraan, hubungan perusahaan dengan klien, serta branding produk yang dikenal secara luas. 
Perusahaan kini makin menyadari bahwa keberhasilan mereka semakin bersandar pada kemampuan perusahaan mengakuisisi dan mengelola knowledge based dan information based.  Semakin disadari bahwa faktor intangible seperti citra perusahaan, keintiman hubungan dengan pelanggan, kekuatan database, nilai merek, proses yang efisien dan efektif , serta karyawan yang berkomitmen dan berkompetensi, merupakan prediktor handal atas keberhasilan perusahaan di masa datang. Intangible assets semakin diakui menjadi faktor yang menentukan keunggulan kompetitif  perusahaan (Pella, 2008). 
Latifah (2008) menyebutkan bahwa ada lima faktor penyebab kegagalan implementasi strategi yaitu pertama, komunikasi yang tak jelas menyangkut akuntabilitas dan tanggung jawab. Kedua, pertukaran informasi yang kurang baik antar individu ataupun antar unit yang bertanggung jawab atas implementasi strategi. Ketiga, strategi itu sendiri memang tidak jelas. Keempat, ketidakmampuan mengelola perubahan secara efektif atau menyelesaikan resistensi internal. Dan terakhir, kurangnya rasa memiliki atau keterlibatan staf kunci dalam menyusun strategi dan implementasinya. 
Untuk mengatasi kemungkinan kegagalan dari suatu implementasi strategi maka Nitin et al. dalam Pella (2008) mengemukakan ada empat faktor yang mempengaruhi penerapan konsep management practices akan berhasil yaitu : 
1. Perusahaan harus menentukan dan memelihara suatu strategi yang fokus dan diyatakan dengan jelas, apa pun strategi itu, lalu memastikan seluruh level perusahaan memahaminya dengan baik. 
 2. Perusahaan harus mengembangkan dan memelihara eksekusi strategi ke tingkat operasional dengan upaya tanpa lelah 
3. Perusahaan harus mengembangkan dan memelihara suatu budaya perusahaan yang berorientasi pada kinerja, di seluruh level, mulai dari level korporat sampai individual 
 4. Perusahaan harus membangun dan memelihara struktur organisasi yang datar, fleksibel dan mendukung kecepatan pengambilan keputusan. 
Jadi bisa dikatakan bahwa bukan strateginya yang salah tetapi bagaimana perusahaan dalam hal ini CEO melakukan eksekusinya sehingga perusahaan bisa sustainable dan kesejahteraan pegawainya bisa meningkat. 
Seperti yang sudah diuraikan di atas bahwa komunikasi yang terjadi dalam suatu perusahaan harus merupakan komunikasi dua arah, berusaha saling melengkapi sehingga terbentuk kerjasama yang baik. Hal tersebut akan terjadi jika visi dan misi perusahaan atau langkah-langkah yang akan diambil perusahaan dikomunikasikan dan disosialisasikan mulai dari top management, manager, hingga karyawan sehingga semua langkah yang dilakukan oleh top management mendapat dukungan dari bawah dan timbul rasa saling percaya antara atasan dan bawahan bahwa semua langkah yang diambil adalah untuk kepentingan bersama dan kemajuan organisasi demi kesejahteraan semua anggota organisasi. 
Seorang pemimpin yang baik pasti akan memberikan teladan yang baik, mampu mempengaruhi sehingga pegawainya termotivasi untuk melakukan pekerjaan yang terbaik untuk perusahaan, seperti : menginspirasi karyawan untuk melakukan yang terbaik, membuat pekerjaan yang dijalani menjadi sesuatu yang menarik dan memuaskan. Sebab partisipasi karyawan diperlukan dalam pengambilan keputusan yang sesuai dengan pekerjaan yang ditekuni, dan diharapkan karyawan mampu melakukan pekerjaan-pekerjaan operasional demi tercapainya tujuan perusahaan. 
Oleh karena itu diperlukan seorang pemimpin yang bersikap demokratis. Artinya seseorang yang menafsirkan kepemimpinannya bukan sebagai dictator, melainkan sebagai pemimpin ditengah-tengah anggota kelompoknya. Hubungan dengan anggota kelompoknya bukan sebagai majikan terhadap buruh, melainkan sebagai kakak terhadap saudara-saudaranya. Pemimpin yang demokratis selalu berusaha menstimulasi anggotanya agar bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan bersama. Dalam tindakan dan usaha-usahanya ia selalu berpangkal pada kepentingan dan kebutuhan kelompoknya. Pemimpin memberikan kesempatan kepada anggota-anggotanya agar mempunyai kecakapan memimpin dengan jalan mendelegasikan sebagian kekuasaan dan tanggung jawabnya (Peryoga, 2009). 
Para pakar manajemen sumber daya manusia seperti yang dikutip oleh Suara Media (2010) sering mengungkapkan bahwa pemimpin efektif adalah pemimpin yang dapat mempengaruhi bawahannya secara positif sehingga bawahan dengan senang hati mau dan mampu bekerja sama untuk pencapaian tujuan bersama. Meski pernyataan tersebut tidak sepenuhnya salah, sejatinya masih ada faktor lain yang dapat mempengaruhi efektifitas seorang pemimpin, yakni sikap bawahannya. 
Bawahan yang efektif adalah bawahan yang dapat memahami pemimpinnya secara positif sehingga pemimpin dengan senang hati mau dan mampu bekerja sama untuk pencapaian tujuan bersama. Setidaknya ada empat faktor yang mempengaruhi seseorang untuk menjadi bawahan yang efektif. Pertama adalah sikap proaktif. Bawahan yang proaktif adalah bawahan yang bertanggungjawab, tidak hanya menunggu perintah dari pemimpin dan mampu melakukan prioritas kerja. Intinya, bawahan proaktif adalah bawahan yang mampu bekerja secara mandiri. 
Kedua, berpikir kritis. Bawahan yang baik tidak berarti 'nurut' saja apa kemauan dari pimpinan. Berpikir kritis sangat dibutuhkan untuk memahami secara jelas apa kemauan pemimpin. Tujuan yang telah disepakati pemimpin dan akan mempermudah bawahan dalam mengimplementasikan tindakan-tindakannya. 
Ketiga, asertif yakni keberanian untuk berkata 'tidak'. Hal ini memang sulit dilakukan oleh bawahan. Tapi keberanian untuk berkata 'tidak' dengan disertai alasan jelas memang harus dilakukan bila keasertifan tersebut mendukung nilai-nilai yang dianut oleh organisasi. Sedangkan faktor keempat adalah menghargai perbedaan. Seperti pemimpin, bawahan juga perlu menghargai perbedaan yang timbul dari hubungannya dengan pemimpin. Bila pendapat mereka dianggap tidak relevan, kemukakan alasan yang masuk akal. 
Surur (2010) mengemukakan bahwa seorang pemimpin sebagai pembesar suatu kaum harus memiliki paradigma berfikir sebagai seorang pelayan, tidak sebaliknya merasa dirinya sebagai seorang penguasa. Kabirul-qaum Khadimuhum, pembesar suatu kaum itu hakekatnya adalah pelayan mereka. Ketika seseorang merasa dirinya sebagai seorang pelayan, maka dia akan berfikir : “Apa yang bisa saya perbuat untuk rakyat dan apa yang bisa saya persembahkan untuk kesejahteraan mereka?” 
Dalam keseharian orang seperti ini akan sibuk memikirkan kepentingan rakyat dan rela mengesampingkan kepentingan pribadi atau golongannya. Sejarah menunjukkan bahwa Rasulullah saw sebagai pemimpin umat yang kekuasaannya lebih besar dari raja dan kaisar, tetapi selalu hidup dalam kesederhanaan. Tidak memiliki singgasana, tidur dengan beralas daun kurma, bahkan sering lapar meski tidak berpuasa. Tapi untuk kepentingan rakyatnya, beliau tetap konsisten dan responsif terhadap segala kebutuhan yang diperlukan rakyat. 
Para pemimpin yang merasa sebagai pelayan rakyat akan sedikit bicara banyak bekerja, bersedia untuk mendengarkan saran-saran konstruktif, pantang mundur terhadap celaan. Sebaliknya, orang yang merasa dirinya sebagai penguasa akan selalu menuntut untuk dilayani. Sebagai penguasa dia merasa berhak untuk mendapatkan perlakuan istimewa. Bahkan kalau ada yang kurang disuka, dia akan mudah tersinggung dan marah. Akibatnya dia akan banyak bicara, tapi hanya sedikit bekerja (Surur, 2010). 
Pada saat perusahaan mengalami goncangan atau berada pada posisi di bawah maka sebagai karyawan atau bawahan tidak boleh hanya tinggal diam berpangku tangan tetapi harus mencoba memberikan advice yang baik bagi perusahaan. Karena persoalan yang dihadapi perusahaan merupakan masalah seluruh orang yang berada di lingkup perusahaan tersebut. Perasaan ikut memiliki dan selalu berpikir positif adalah hal yang harus dilakukan, kepercayaan pada atasan juga harus tetap ada dan dijaga. Penyampaian pendapat dan saran kepada atasanpun harus pada waktu yang tepat agar bisa diterima dengan baik. 
 Jumadi (2008) menjelaskan, penyampaian pendapat kepada atasan agar bisa diterima dengan baik dan dilaksanakan memerlukan suatu tips khusus. Tips tersebut adalah sebagai berikut : 
1. Pilih waktu yang tepat.
Ide yang baik disampaikan pada saat yang tepat. Forum rapat, diskusi terbatas dan saat briefing adalah sebagian waktu yang biasanya dimanfaatkan oleh para bos untuk menerima masukan dari bawahannya. Manfaatkan waktu tersebut dengan sebaik-baiknya. Di samping itu juga sebagian perusahan atau organisasi menyediakan kotak saran khusus untuk para karyawan. Fasilitas online seperti intranet juga biasanya menyediakan forum untuk menyampaikan ide. Anda juga menggunakan waktu menghadap face to face dengan bos untuk menyampaikan ide dengan baik. 
 2. Perhatikan body-language si bos. 
Pakar jiwa mengatakan, seseorang yang mood nya sedang bagus, akan memandang lingkungannya secara positif. Perhatikan mood si bos dari wajah dan gerak geriknya.  Jika dalam seharian ia tidak tersenyum, bahkan menghindari tatapan mata dengan anak buahnya, berarti saat itu bukan waktu yang tepat untuk mengemukakan ide. Hati-hati dengan kondisi seperti ini. Jangan paksakan untuk menyampaikan pendapat, karena dalam situasi tersebut bos sedang tidak nyaman menerima masukan, salah-salah anda akan mendapat sikap sinis atau paling tidak di-cuekin.  Namun  sebaliknya kalau wajah bos tampak sumringah dan rajin menyapa anak buah, inilah saat Anda mengajak bos untuk mendengarkan ide Anda. Kondisi jiwa yang sedang senang akan lebih mudah menerima masukan dan pendapat orang lain. Jadi kondisi psikologis atau mood sangat menentukan diterima dan tidaknya masukan yang Anda berikan. 
3. Pilih suasana yang tepat. 
Sering dengar alasan kenapa bos suka main golf? Sebagiannya karena pada saat di lapangan golf mereka melakukan lobi dengan relasi. Saat seperti itu memang waktu yang sering dipilih untuk melakukan lobi karena kondisinya rileks. Carilah waktu saat bos Anda melakukan aktifitas hobinya, saat itulah waktu yang tepat untuk memberikan masukan kepadanya. Jika atasan Anda suka olahraga, mancing atau bersepeda, saat seperti itulah dia sering mendengarkan pendapat orang-orang yang ada di sekitarnya. Bahkan tidak jarang keputusan diambil pada saat para bos sedang melakukan hobinya. 
4. Sentuhlah emosinya baru jelaskan alasan rasionalnya. 
Untuk kita ketahui bersama, 90 persen keputusan didasarkan oleh emosi yang dibenarkan oleh rasio. Maka jika mengungkapkan ide, kemukakan keuntungan dan kelebihan ide Anda terlebih dahulu. Lalu berikan alasan rasional tentang ide tersebut. 
5. Bos lebih suka diminta pendapat. 
Meskipun kadang menerima pendapat, pada dasarnya bos lebih suka diminta pendapat. Oleh akrena itu, walapun Anda mengungkapkan ide dengan antusias dan percaya diri, jangan lupa untuk minta pendapat bos tentang ide Anda. Tanpa meminta pendapat, bos akan menganggap Anda terlalu sombong dan tidak menghargai keberadaan bos. Jangan lupa juga untuk sedikit menyanjungnya, misalnya dengan mengatakan bahwa ide Anda itu tidak ada artinya tanpa dukungan bos. Tidak perlu khawatir Anda dianggap mencari muka. Sanjungan yang wajar berbeda dengan mencari muka, bukan? 
 6. Biarkan bos yang menilai 
Serahkan keputusan kepada bos untuk menilai ide Anda. Karena membiarkan orang lain menilai pendapat Anda menunjukkan bahwa Anda adalah orang yang ‘reasonable’. Selain itu, hal ini menunjukkan bahwa Anda pandai menghargai orang lain, terlebih orang itu adalah seorang bos yang cukup besar pengaruhnya terhadap anak buah. 
Senada dengan hal tersebut di atas, Dedixcom (2008) juga memberikan enam tips menyampaikan ide kepada atasan, yaitu : 
1. Know your role 
Anda harus tahu di mana posisi Anda. Perlihatkan rasa hormat dan penghargaan baik pada orang yang levelnya di bawah Anda maupun di atas. Sebaliknya, dapatkan juga sikap yang sama dari orang lain dengan cara menghargai dan mendukung ide mereka. 
 2. Get results Mantapkan kredibilitas dengan pencapaian hasil-hasil melalui kinerja Anda. Bangunlah komitmen dalam tim kerja Anda, beri rasa percaya diri pada tim Anda. 
3. Manage up 
Semua karyawan, manajer, supervisor harus belajar bagaimana berkomunikasi secara efektif kepada manajemen senior. Pelajari gaya bos Anda dan pastikan pendekatan seperti apa yang dia suka.
 4. Provide your rationale 
Pikirkan isu besarnya, siapkan diri untuk mempertahankan pemikiran Anda, tapi harus tetap fleksibel dengan masukan dan saran dari orang lain. 
5. Follow the chain of command 
Dalam organisasi besar dengan hierarki yang bertingkat-tingkat, sampaikan terlebih dahulu ide Anda kepada manajer/supervisor yang berada tepat di atas Anda, untuk mendapatkan masukan awal. Selebihnya, Anda bisa datang bersama manajer/supervisor tersebut untuk mendiskusikan ide Anda dengan bos. 
6. Keep your eye on the goal Ingat bahwa tujuan Anda tak lain meningkatkan kinerja organisasi, dan bukan sekedar ide Anda diterima. 
Jadi komunikasi yang baik sangat diperlukan dalam hal ini, jadi yang diperoleh adalah kebaikan bukan kesalahpahaman. Dinne Arianna Musu, PR Manager PT. Nissan Motor Indonesia berpendapat bahwa berkomunikasi yang baik untuk PR (Public Relation) yaitu, pertama kita harus mengetahui dengan siapa kita berbicara (internal atau eksternal) serta fokus terhadap pesan yang akan disampaikan. Kedua Bahasa yang digunakan harus mudah, singkat dan tidak berbelit-belit. Setelah suatu perusahaan mengalami kegagalan akibat kesalahan implementasi strategi, maka dilakukanlah perbaikan-perbaikan baik secara internal maupun eksternal dengan tidak mengabaikan saran-saran dan pendapat dari bawahan dan konsultan. Agar semua upaya perbaikan dan pembenahan tersebut berhasil guna dan tepat sasaran maka diperlukan manajemen perubahan dan transformational leadership mengikuti perkembangan jaman sehingga bisnis yang dijalankan bisa sustainable. 
Transformational leadership yang membawa suatu perubahan pasti tidaklah mudah dalam pengaplikasiannya, banyak sekali hambatan dan tantangan terutama dari sisi internal perusahaan. Kultur perusahaan yang sudah terbentuk sejak lama membutuhkan waktu agak lama agar bisa berubah, diperlukan pengertian dari semua pihak yang terlibat di dalamnya yang mendukung perubahan tersebut supaya bisa berhasil. 
Peranan leadership dalam hal ini sangat penting sekali, bagaimana seorang pemimpin bisa mempengaruhi, mengajak berpikir luas di luar kebiasaan, dan memotivasi bawahannya agar mendukung perubahan tersebut. Karena pada dasarnya setiap orang takut akan perubahan apalagi bila sudah berada di comfort zone, sehingga terjadi penolakan-penolakan sebab ada rasa takut kehilangan zona nyamannya tersebut. 
 Menurut Mustafa (2001), resistensi individual terjadi karena persoalan kepribadian, persepsi, dan kebutuhan, maka individu punya potensi sebagai sumber penolakan atas perubahan. Resistensi tersebut antara lain : 
1. Kebiasaan Kebiasaan merupakan pola tingkah laku yang kita tampilkan secara berulang-ulang sepanjang hidup kita. Kita lakukan itu, karena kita merasa nyaman, menyenangkan. Bangun pukul 5 pagi, ke kantor pukul 7, bekerja, dan pulang pukul 4 sore. Istirahat, nonton TV, dan tidur pukul 10 malam. Begitu terus kita lakukan sehingga terbentuk satu pola kehidupan sehari-hari. Jika perubahan berpengaruh besar terhadap pola kehidupan tadi maka muncul mekanisme diri, yaitu penolakan. 
2. Rasa aman Jika kondisi sekarang sudah memberikan rasa aman, dan kita memiliki kebutuhan akan rasa aman relatif tinggi, maka potensi menolak perubahan pun besar. Mengubah cara kerja padat karya ke padat modal memunculkan rasa tidak aman bagi para pegawai. 
3. Faktor ekonomi Faktor lain sebagai sumber penolakan atas perubahan adalah soal menurun-nya pendapatan. Pegawai menolak konsep 5 hari kerja karena akan kehilangan upah lembur. 
4. Takut akan sesuatu yang tidak diketahui Sebagian besar perubahan tidak mudah diprediksi hasilnya. Oleh karena itu muncul ketidak pastian dan keraguraguan. Kalau kondisi sekarang sudah pasti dan kondisi nanti setelah perubahan belum pasti, maka orang akan cenderung memilih kondisi sekarang dan menolak perubahan. 
5. Persepsi Persepsi cara pandang individu terhadap dunia sekitarnya. Cara pandang ini mempengaruhi sikap. Pada awalnya program keluarga berencana banyak ditolak oleh masyarakat, karena banyak yang memandang program ini bertentangan dengan ajaran agama, sehingga menimbulkan sikap negatif. 
Taktik Mengatasi Penolakan Atas Perubahan 
Coch dan French Jr. dalam Mustofa (2001) mengusulkan ada enam taktik yang bisa dipakai untuk mengatasi resistensi perubahan : 
1. Pendidikan dan Komunikasi. Berikan penjelasan secara tuntas tentang latar belakang, tujuan, akibat, dari diadakannya perubahan kepada semua pihak. Komunikasikan dalam berbagai macam bentuk. Ceramah, diskusi, laporan, presentasi, dan bentuk-bentuk lainnya. 
2. Partisipasi. Ajak serta semua pihak untuk mengambil keputusan. Pimpinan hanya bertindak sebagai fasilitator dan motivator. Biarkan anggota organisasi yang mengambil keputusan 
3. Memberikan kemudahan dan dukungan. Jika pegawai takut atau cemas, lakukan konsultasi atau bahkan terapi. Beri pelatihan-pelatihan. Memang memakan waktu, namun akan mengurangi tingkat penolakan. 
4. Negosiasi. Cara lain yang juga bisa dilakukan adalah melakukan negosiasi dengan pihak-pihak yang menentang perubahan. Cara ini bisa dilakukan jika yang menentang mempunyai kekuatan yang tidak kecil. Misalnya dengan serikat pekerja. Tawarkan alternatif yang bisa memenuhi keinginan mereka 
5. Manipulasi dan Kooptasi. Manipulasi adalah menutupi kondisi yang sesungguhnya. Misalnya memlintir (twisting) fakta agar tampak lebih menarik, tidak mengutarakan hal yang negatif, sebarkan rumor, dan lain sebagainya. Kooptasi dilakukan dengan cara memberikan kedudukan penting kepada pimpinan penentang perubahan dalam mengambil keputusan. 
6. Paksaan. Taktik terakhir adalah paksaan. Berikan ancaman dan jatuhkan hukuman bagi siapapun yang menentang dilakukannya perubahan.  
Pendekatan dalam Manajemen Perubahan Organisasi 
Pendekatan klasik yang dikemukaan oleh Kurt Lewin mencakup tiga langkah. Pertama : UNFREEZING the status quo, lalu MOVEMENT to the new state, dan ketiga REFREEZING the new change to make it pemanent
Selama proses perubahan terjadi terdapat kekuatan-kekuatan yang mendukung dan yang menolak . Melalui strategi yang dikemukakan oleh Kurt Lewin dalam Mustofa (2001), kekuatan pendukung akan semakin banyak dan kekuatan penolak akan semakin sedikit.  
Unfreezing : Upaya-upaya untuk mengatasi tekanan-tekanan dari kelompok penentang dan pendukung perubahan. Status quo dicairkan, biasanya kondisi yang sekarang berlangsung (status quo) diguncang sehingga orang merasa kurang nyaman. 
Movement : Secara bertahap (step by step) tapi pasti, perubahan dilakukan. Jumlah penentang perubahan berkurang dan jumlah pendukung bertambah. Untuk mencapainya, hasil-hasil perubahan harus segera dirasakan. 
Refreezing : Jika kondisi yang diinginkan telah tercapai, stabilkan melalui aturan-aturan baru, sistem kompensasi baru, dan cara pengelolaan organisasi yang baru lainnya. Jika berhasil maka jumlah penentang akan sangat berkurang, sedangkan jumlah pendudung makin bertambah. 
Jika suatu organisasi mau melakukan perubahan maka pemimpin yang mempunyai transformasionallah yang dibutuhkan. Pemimpin yang membawa perubahan-perubahan baru sehingga organisasi barunya nanti terlihat lebih fresh, lebih baik dari sebelumnya, dan bisa meningkatkan status serta gengsi perusahaan. 
Gunawan (2007) menjabarkan bahwa kepemimpinan transformasional merupakan sebuah proses di mana para pemimpin dan pengikut saling menaikkan diri ketingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Para pemimpin transformasional mencoba menimbulkan kesadaran para pengikut dengan menyerukan cita-cita yang lebih tinggi dan nilai-niali moral seperti kemerdekaan, keadilan dan kemanusiaan, bukan didasarkan atas emosi seperti keserakahan, kecemburuan atau kebencian. Kepemimpinan transformasional berkaitan dengan nilai-nilai yang relevan bagi proses pertukaran (perubahan), seperti kejujuran, keadilan dan tanggung jawab yang justru nilai seperti ini hal yang sangat sulit ditemui di Indonesia. 
Seorang pemimpin transformasional dapat diukur dalam hubungannya dengan efek pemimpin tersebut terhadap para pengikutnya. Para pengikut seorang pemimpin transformasional merasa adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan hormat terhadap pemimpin tersebut dan mereka termotivasi untuk melakukan lebih daripada yang awalnya diharapkan terhadap mereka. 
 Seorang pemimpin transformasional memotivasi para pengikut dengan membuat mereka lebih sadar mengenai pentingnya hasil-hasil pekerjaan, mendorong mereka untuk lebih mementingkan organisasi atau negara daripada kepentingan diri sendiri dan mengaktifkan (menstimulus) kebutuhan-kebutuhan mereka yang lebih tinggi. 
Kepemimpinan transformasional mencakup tiga komponen, yaitu kharisma, stimulasi intelektual, dan perhatian yang diindividualisasi. Kharisma dapat didefinisikan sebagai sebuah proses dimana seorang pemimpin mempengaruhi para pengikut dengan menimbulkan emosi-emosi yang kuat dan identifikasi dengan pemimpin tersebut. Stimulasi intelektual adalah sebuah proses dimana para pemimpin meningkatkan kesadaran para pengikut terhadap masalah-masalah dan mempengaruhi para pengikut untuk memandang masalah-masalah dari prespektif yang baru. Perhatian yang diindividualisasi termasuk memberikan dukungan, membesarkan hati dan memberi pengalaman-pengalaman tentang pengembangan diri kepada pengikut (Gunawan, 2007). 
Salah satu bentuk gaya kepemimpinan transformasional adalah menciptakan atau mendorong upaya kreativitas bawahannya untuk membuat sesuatu yang baru yang bisa menghasilkan nilai tambah bagi perusahaan sehingga kredibilitasnya meningkat dan kepercayaan masyarakat bertambah seiring meningkatnya service atau pelayanan kepada masyarakat. 
Menurut penelitian Dewo (2010), seorang pemimpin yang menunjukan gaya kepemimpinan transformasional mampu menumbuh kembangkan kreativitas dengan menerapkan pemikiran kritis dan standar moral yang baik bagi karyawannya, memberikan tugas-tugas baru untuk membangun potensi serta memberikan pelatihan dan pengarahan agar pekerjaanya dapat selesai tepat waktu dan efisien. Hal unik yang dimiliki pemimpin tersebut adalah kemampuannya mempercayakan seluruh tanggung jawab yang diberikan kepada karyawan untuk dapat menyelesaikan tugas-tugasnya dengan cara dan ide-ide sendiri namun tetap sesuai prosedur kerja. 
 Jadi untuk melakukan suatu perubahan dalam perusahaan atau organisasi perlu mendapat dukungan dari semua pihak yang terkait. Semuanya akan berjalan dengan baik jika dipimpin oleh seorang pemimpin yang baik pula yang mampu melakukan perubahan demi kemajuan perusahaan. 
 IV. Kesimpulan 
Dari berbagai uraian di atas, dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berkut : 
1. Implementasi strategi suatu perusahaan sebagus apapun itu akan mengalami kegagalan jika salah dalam melakukan eksekusi. Seorang CEO haruslah visioner sehingga tahu apa peluang dan apa tantangan di masa mendatang sehingga bisa merencanakan suatu strategi yang matang dan melaksanakan eksekusi yang benar untuk kemajuan perusahaan. 
2. Dukungan dari para karyawan mutlak diperlukan oleh perusahaan dalam menghadapi masa-masa sulit. Advice dari bawahan merupakan suatu alternatif pemecahan masalah yang bisa membantu perusahaan keluar dari kesulitan. Sikap proaktif dan upaya pembenahan dari dalam (internal perusahaan) disiapkan sebaik mungkin agar jika pada saat kondisi sudah stabil perusahaan bisa lebih maju lagi, dan untuk ini diperlukan sosok pemimpin yang demokratis. 
3. Seorang pemimpin dengan gaya kepemimpinan transformasional sangat diperlukan oleh perusahaan yang ingin melakukan perubahan secara keseluruhan. Tantangan terbesarnya adalah sulitnya merubah culture perusahaan yang sudah terbentuk sejak lama bahkan sudah mendarahdaging. Pemimpin transformasional akan mampu merubah culture tersebut dengan karisma, stimulasi intelektual dan perhatian secara individu.  
Daftar Pustaka 
Dedixcom. 2008. Enam Tips Menyampaikan Ide Kepada Atasan. http://dedix-com.blogspot.com/. Diakses tanggal 12 Juni 2010. 
Denni, Alex. 2009. Strategi yang Salah Atau Eksekusi yang Buruk. Dunamis Organization Services. Diakses tanggal 10 Juni 2010. http://www.dunamis.co.id/knowledge/details/articles/50. 
Dewo, K. Tertio. 2010. Kreativitas dalam Gaya Kepemimpinan Transformasional pada Pt. Pamindo Prima Utama Mandiri. http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/postgraduate/psychology/Artikel_94107014.pdf. Diakses tanggal 13 Juni 2010. 
Gunawan, Andi. 2007. Kepemimpinan Transformasional dan Visioner (Bag. 1). http://ayobangkitindonesiaku.wordpress.com/2007/11/28/kepemimpinan-transformasional-dan-visioner/. Diakses tanggal 13 Juni 2010. Jumadi. 2008. Tips Menyampaikan Ide Kepada Atasan. http://jumadisubur.com/?p=165. Diakses tanggal 12 Juni 2010. 
Latifah, Nur. 2008. 10 Tip untuk Kesuksesan Eksekusi Strategi. Majalah SWA, 08/XXIV/ 17-29 April 2008. Jakarta. Diakses tanggal 10 Juni 2010. http://nurlatifah.wordpress.com/2008/04/24/10-tip-untuk-kesuksesan-eksekusi-strategi/. 
Mustofa, Hasan. 2001. Manajemen Perubahan. http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=3&ved=0CCEQFjAC&url=http%3A%2F%2Fhome.unpar.ac.id%2F~hasan%2FMANAJEMEN%2520PERUBAHAN.doc&rct=j&q=manajemen+perubahan&ei=JMATTKCiEsmprAekz4T8Bw&usg=AFQjCNG8nx_sW2-65HuRDhr1pFmP9qSnjA&sig2=X1vSenO8S4ChJcddDb0qIA. Diakses tanggal 12 Juni 2010. 
Pella, A. Darmin. 2008. Eksekusi Strategi (2). Diakses tanggal 10 Juni 2010. http://darminpella.wordpress.com/2008/09/21/eksekusi-strategi-2/. 
Peryoga, Ikhsan. 2009. Untuk Kita Calon Kepala Sekolah. http://kihadjartheywanttorock.com/index.php?option=com_k2&view=item&id=78:untuk-kita-calon-kepala-sekolah. Diakses tanggal 10 Juni 2010. 
Suara Media. 2010. Ketahuilah, Pemimpin Efektif Tak Hanya Pandai Bicara. http://www.suaramedia.com/ekonomi-bisnis/strategi-bisnis/22026-belajar-jadi-pemimpin-yang-efektif.html. Diakses tanggal 11 Juni 2010. 

PETANI, KEPEMILIKAN TANAH, DAN USAHA-USAHA UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PETANI

Pertanian sebagai sektor utama dalam upaya pembangunan bangsa Indonesia sangatlah penting untuk diupayakan, sebagai negara agraris semestinya Indonesia bisa berswasembada pangan. Tetapi pada kenyataannya mulai beras, gula, bahkan tepung terigu pun dilakukan impor. Hal inilah yang menyebabkan sektor pertanian semakin terpuruk terutama petani yang sangat merasakannya, dimana harga-harga komoditas pertanian yang dihasilkan sangat rendah sehingga pendapatan mereka kecil dan kesejahteraan petani semakin menurun ditengah perkembangan dan pembangunan bangsa Indonesia. Berikut ini potret petani, struktur kepemilikan tanahnya, serta usaha-usaha pemerintah untuk membangkitkan lagi sektor pertanian dan meningkatkan kesejahteraan petani melalui reforma agraria.  

Petani dan Pertanian
Petani adalah orang yang mata pencaharian utama dalam bidang pertanian. Dalam melakukan usaha taninya, petani terlibat dalam kegiatan yang sangat kompleks dan penuh resiko, karena semua usaha yang dilakukannya untuk mencapai hasil yang maksimal sangat tergantung dari alam yang tidak bisa dikendalikan oleh manusia. Pada umumnya petani Indonesia sebagian besar hidup miskin. Hal ini dikarenakan akses penguasaan lahan yang digunakan untuk kehidupannya sangat rendah, dan ini sudah berlangsung lama mulai masa prakolonial hingga sekarang ini.
Program peningkatan produksi pertanian melalui program revolusi hijau dilakukan di Indonesia tahun 1960 an. Usaha ini berhasil mencapai swasembada beras selama 5 tahun tetapi karena adanya ketimpangan akses lahan, sistem pembangunan yang sentralistik sistem usaha tani yang menekankan asupan modern dari luar maka Indonesia menjadi pengimpor beras lagi. Dan nasib petani makin terpuruk karena tidak mendapat perlindungan dari pemerintah, sangat berbeda sekali keadaannya dengan petani yang ada negara-negara maju. Selain itu semakin berkurangnya lahan akibat konversi lahan pertanian untuk peruntukkan yang lain menyebabkan nasib petani semakin terpuruk. Kepemilikan atau penguasaan lahan sawah di Pulau Jawa sudah tidak ideal bagi petani untuk mengembangkan usaha tani karena hanya mempunyai lahan sempit yaitu kurang 0,5 Ha.
Seiring dengan perkembangan jaman dan perubahan pemikiran masyarakat di desa, banyak orang-orang di desa yang menginginkan kehidupan yang lebih baik mengingat penghidupan dari pertanian kurang menguntungkan, hasil tani tidak lagi mampu memberikan kehidupan yang layak bagi mereka. Jadi mereka tidak ingin anak cucunya menjadi petani seperti leluhurnya. Kebanyakan dari orang mudanya meninggalkan desa untuk merantau menjadi buruh di kota, dan bagi anak-anak muda yang mempunyai pendidikan formal mereka lebih memilih untuk bekerja dan hidup di kota tanpa pernah terpikir untuk kembali ke desa dan mengembangkan dan mencurahkan ilmu yang diperolehnya untuk kemajuan desanya.

Struktur pemilikan tanah
Ada tiga sistem kepemilikan tanah di desa yaitu tanah bondo desa, tanah bengkok, dan tanah milik rakyat (perseorangan). Dari ketiga sistem tersebut sudah tentu yang mempunyai kesempatan untuk memiliki dan mengelola tanah usaha tani hanyalah sebagian kecil dari petani yang kaya. Karena pertambahan penduduk yang sangat cepat dan pengaruh perekonomian uang yang masuk ke desa-desa maka terjadilah jual-beli dan sewa menyewa, sehingga pemusatan milik tanah dari satu pihak ke pihak lain menambah jumlah orang yang tidak memiliki tanah. Dan sistem sewa menyewa menyebabkan pemusatan penguasaan tanah pada orang yang kuat, sehingga jumlah petani miskin semakin banyak.
Berdasarkan pendekatan yang bersifat sosio-ekonomi-kultural yang dilakukan oleh LPIS (1974), maka masyarakat desa dibedakan menjadi tiga lapisan :
(1). Kelompok buruh tani, yaitu kelompok masyarakat desa yang mengalami kesulitan ekonomi sehingga mendorong mereka untuk melakukan urbanisasi;
(2). Peasant, yaitu petani-petani kecil yang mengalami kesulitan dalam menghadapi petani-petani kaya;
(3). Farmers, yaitu petani-petani kaya yang lebih mempunyai kecenderungan untuk menanam kembali modalnya di dalam kegiatan usaha tani.

Program-program yang telah dilakukan oleh pemerintah yaitu introduksi bibit unggul, program Bimas, perbaikan prasarana pengairan, serta BUUD/KUD. Tetapi tetap saja usaha ini tidak dirasakan oleh kelompok penyakap murni atau buruh tani karena beratnya sistem penyakapan yang berlaku. Demikian juga fasilitas kredit melalui Bimas hanya dinikmati oleh Lurah dan keluarganya serta para petani kaya.
Dengan keadaan di atas kehidupan petani miskin atau buruh tani tetap tidak berubah karena mereka tidak sanggup menanggung resiko kegagalan panen, padahal penghasilannya amat bergantung pada tanah yang sempit itu. Karena adanya pengairan maka nilai tanahnya naik sehingga harga sewa tanah ikut naik juga, selain itu syarat penyakapan berubah ke arah yang lebih menguntungkan pemilik semakin memperlebar jurang antara petani miskin dan buruh tani dengan petani kaya. Akibat hal tersebut diatas para petani kecil dan buruh tani memberikan dua macam reaksi, yang pertama yaitu sikap antipati yang ditujukan kepada para petani kaya atau juragan, dan yang kedua adalah rasa solidaritas sesama lapisan bawah yang semakin kuat.
Solusi untuk mengatasi masalah pertanahan yang bersumber pada tekanan penduduk atas tanah adalah kenaikan produksi pertanian/land reform, industrialisasi, dan transmigrasi. Kebijakan pembangunan khususnya di sektor pertanian tanpa membedakan golongan serta pemahaman distribusi penguasaan tanah pertanian (konsep land reform).
Untuk mendukung usaha ini pemerintah dapat merangsang industri-industri di kota pindah ke desa. Dengan menyediakan lapangan kerja di luar usaha tani maka lapisan bawah ini tidak lagi tergantung pada usaha berkaitan dengan tanah, sehingga mereka memperoleh penghasilan yang tetap untuk menjamin masa depannya. Selain itu usaha ini bisa mengurangi arus urbanisasi ke kota.

Revitalisasi Pertanian Dan Upaya Perbaikan Penguasaan Lahan di Tingkat Petani 
Revitalisasi pertanian merupakan suatu upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, karena selama ini petani hanya dianggap sebagai alat produksi dan pelengkap dalam pelaksanaan pembangunan. Revitalisasi sektor pertanian dan perdesaan yang sejalan dengan upaya pengentasan kemiskinan merupakan salah satu dari tiga strategi yang digunakan untuk operasionalisasi konsep pembangunan.
Konsep revitalisasi pertanian mengandung arti keinginan atau upaya untuk menempatkan kembali sektor pertanian sebagai sektor penting dalam pembangunan baik secara proposional maupun kontekstual. Hal ini dimaksudkan untuk menyegarkan kembali vitalitas serta memberdayakan kemampuan serta kinerja pertanian dalam pembangunan nasional dengan tidak mengabaikan sektor lain. Berupaya untuk membangun pertanian secara lebih partisipatif, sehingga diharapkan tumbuh komitmen dan kerjasama seluruh stakeholder serta perubahan paradigma berpikir masyarakat dalam melihat pertanian.
Jadi pertanian bukan hanya sekedar urusan bercocok tanam, tetapi mempunyai multifungsi dan merupakan way of life serta sumber kehidupan sebagian besar masyarakat. Permasalahan yang dihadapi oleh program revitalisasi pertanian adalah sebagai berikut :
1. Lemahnya dasar penentuan target revitalisasi pertanian Lemahnya dasar yang digunakan dalam penetapan target, antara satu target dan lainnya terkadang tidak saling mendukung. Jumlah lahan pertanian sekarang ini tidak sesuai dengan jumlah tenaga kerja yang ada di bidang pertanian sehingga beban atau tekanan terhadap lahan sangat berat.
2. Kondisi lahan yang ada saat ini Lahan pertanian yang ada sekarang ini banyak mengalami konversi atau alih fungsi lahan pertanian. Banyaknya lahan terlantar yang tidak diusahakan secara optimal sesuai dengan potensinya. Sehingga terbatasnya lahan yang dapat diusahakan untuk usaha tani tidak saja mempersempit rata-rata luas penguasaan oleh petani tetapi juga makin menekan tingkat upah di pedesaan.

Usaha-usaha perbaikan yang dilakukan untuk perbaikan revitalisasi pertanian adalah melalui :
1. Reformasi agraria, dilakukan dengan dua pendekatan yaitu pendekatan struktural penataan penguasaan dilakukan by design melalui suatu aturan hukum atau kebijakan pemerintah, dan pendekatan teknokratis dimana struktur penguasaan lahan tidak harus by design karena struktur penguasaan lahan bersifat dinamis dan surplus ekonomi tanah (land rent) akan menjadi penentu dalam pola alokasi antar sektor maupun antar individu dalam masyarakat.
2. Pengendalian konversi lahan pertanian dan pencadangan lahan abadi untuk pertanian.
3. Fasilitasi terhadap pemanfaatan lahan.
4. Penciptaan suasana yang kondusif untuk agroindustri pedesaan

Langkah-langkah yang mungkin dilakukan sekarang adalah memperbaiki penguasaan lahan di pedesaan, terutama pada petani berlahan sempit dan tak berlahan melalui penyempurnaan sistem bagi hasil yang ada terutama dalam hal kepastian lamanya waktu garap bagi penggarap.  

Reforma Agraria sebagai Solusi Pokok
Pembaruan agraria atau reforma agraria (agrarian reform) adalah suatu penataan ulang atau restrukturisasi pemilikan, penguasaan, dan penggunaan sumber-sumber agraria, terutama tanah untuk kepentingan petani, buruh tani, dan rakyat kecil pada umumnya yang sekaligus menjadi landasan menuju proses industrialisasi nasional.
Inti dari reforma agraria adalah landreform dalam pengertian redistribusi pemilikan dan penguasaan tanah. Agar memberikan hasil seperti yang diharapkan, landreform yang didahului dengan redistribusi tanah harus diikuti dengan sejumlah program pendukung yang intinya akan memberikan kesempatan bagi para penerima tanah untuk meraih keberhasilan pada tahap-tahap awal dijalankannya program.
Karena itu, program redistribusi tanah harus diikuti dengan dukungan modal produksi (kredit usaha) di tahap awal, perbaikan di dalam distribusi barang-barang yang diperlukan sebagai input pertanian, perbaikan di dalam sistem pemasaran dan perdagangan hasil-hasil pertanian, penyuluhan-penyuluhan pertanian yang diperlukan untuk membantu para petani memecahkan masalah-masalah teknis yang dihadapinya, dan program lainnya yang pada intinya dapat menunjang keberhasilan para petani penerima tanah dalam berproduksi.
Pembaruan agraria yang kita maksud tidak hanya menyangkut landreform bagi kaum tani dan sebagai dasar pengembangan sektor pertanian semata, melainkan juga menyentuh upaya untuk menata ulang sistem penguasaan dan pengelolaan atas seluruh kekayaan alam secara mendasar dengan prinsip keadilan agraria.
Sektor-sektor kekayaan alam yang dimaksud mencakup kehutanan, perkebunan, pertambangan, perairan, pesisir, pulau-pulau kecil dan kelautan. Suatu perubahan agraria (agrarian changes) yang tidak didahului dengan upaya merombak tatanan atau struktur agraria yang timpang tidak memiliki makna apapun dari perspektif keadilan, kecuali yang terjadi hanyalah perubahan sosial itu sendiri. Padahal pembaruan agraria, orientasi utamanya adalah keadilan - yang sering diungkapkan dengan istilah keadilan agraria (agrarian justice), yaitu "suatu keadaan dimana relatif tidak ada konsentrasi yang berarti dalam penguasaan dan pemanfaatan tanah dan sumberdaya alam yang menjadi hajat hidup orang banyak dan terjaminnya kepastian hak penguasaan masyarakat setempat, termasuk hak masyarakat adat, terhadap tanah dan kekayaan alam lainnya."
Pembaruan agraria dapat dimaknai sebagai suatu perubahan mendasar di dalam hubungan-hubungan sosial dan politik yang berkait erat dengan sistem produksi, khususnya di pedesaan, yang dengan sendirinya meliputi perubahan-perubahan di dalam keseimbangan kekuasaan di antara kelas-kelas sosial yang berbeda di dalam masyarakat.
Dengan demikian, reforma agraria merupakan suatu dasar bagi perubahan sosial melalui penataan kembali tata kuasa terhadap tanah dan juga sumber daya alam lainnya dalam rangka pembangunan masyarakat. Kedaulatan pangan adalah perjuangan mendorong alokasi tanah kepada para petani dan lahan bagi tanaman pangan.
Sementara itu, rezim ketahanan pangan, akibat kepercayaannya pada pasar bebas, telah mendorong alokasi tanah kepada siapa yang mampu secara efektif dan efisien dalam hal permodalan dan teknologi memanfaatkan tanah. Sehingga, rezim ini secara langsung telah mendorong pengalokasian tanah untuk ditanami produk-produk komoditas ekspor non pangan. Sebagai misal, di Indonesia lahan-lahan lebih diutamakan untuk tanaman sawit, karet, dan kayu untuk menuai devisa dari ekspor ketimbang untuk tanaman pangan. Kalangan yang memperjuangkan terwujudnya kedaulatan pangan percaya bahwa jalan lapang menuju ke sana adalah dengan menjalankan pembaruan agraria (reforma agraria) yang sejati.

 Pembahasan
Petani di Indonesia yang dari jaman dahulu sampai sekarang merupakan lapisan masyarakat bawah terutama petani miskin dan buruh tani nasibnya tidak berubah dan semakin lama makin terpuruk. Tekanan pada tanah yang semakin berat dengan bertambahnya jumlah penduduk mengakibatkan semakin kecilnya pendapatan yang diperoleh oleh para petani, hal ini mendorong mereka untuk mencari pekerjaan lain dengan pergi ke kota sehingga terjadi arus urbanisasi yang sangat besar dan tanah-tanah pertanian ditinggalkan.
Tetapi hal ini juga tidak serta merta menaikkan pendapatan petani, karena luas kepemilikan tanah yang sempit maka produktivitas lahan rendah atau bahkan mereka lebih memilih untuk menyewakan tanah tersebut kepada orang lain karena tidak mempunyai modal untuk melakukan produksi karena tingginya biaya produksi pertanian yang tidak seimbang dengan hasil yang diperoleh pada saat panen nanti.
Hal lain yang dilakukan adalah mereka menjual tanahnya yang tidak seberapa tersebut kepada petani kaya yang lain sehingga di desa-desa banyak terjadi pemusatan kepemilikan tanah. Kemiskinan yang diderita petani adalah kemiskinan struktural, kemiskinan aset, yang tidak bisa dipecahkan hanya dengan langkah karitatif, seperti bantuan langsung tunai (BLT) atau bantuan tunai bersyarat.
Besarnya jumlah rumah tangga miskin ini tidak bisa dipandang sebagai insiden, harus dipandang sebagai sesuatu yang bersifat struktural, dan perlu langkah- langkah struktural dan radikal guna mengatasinya. Tanpa itu, kemiskinan akan menjadi virus laten yang sulit diberantas. Kemiskinan petani, terutama petani padi, sudah terekam lama. Setelah krisis, nilai tukar petani terus merosot. Artinya, perbandingan harga yang diterima dan dibayarkan petani kian menurun.
Ini menjadi petunjuk, kesejahteraan mereka kian merosot dan miskin. Kini tingkat kemiskinan di pedesaan lebih tinggi sebelum krisis dan keadaan sebaliknya terjadi di perkotaan. Hal itu menandakan pengentasan kemiskinan di pedesaan lebih lamban. Kebijakan antipedesaan, seperti impor beras, penurunan harga pembelian gabah dan bea impor, hanya akan memperdalam tingkat kemiskinan. Yang diperlukan adalah beleid yang mempromosikan pedesaan (Khudori, 2007).
Revitalisasi pertanian yang diupayakan oleh pemerintah merupakan suatu langkah yang sangat bagus dari pemerintah untuk meningkatkan atau membangkitkan kembali sektor pertanian. Usaha yang dilakukan melalui industrialisasi di pedesaan diharapkan bisa memberikan nilai tambah dan daya saing hasil pertanian sehingga bisa meningkatkan pendapatan petani terutama di pedesaan.
Pengenalan suatu teknologi pada masyarakat desa memang tidak mudah diperlukan banyak penyuluhan dan sosialisasi sehingga mereka mengerti maksud dan tujuannya dan menghilangkan kesalahpahaman yang mungkin terjadi. Tetapi hendaknya tujuan ini benar-benar tulus untuk petani bukan sekedar sebagai obyek politik yang biasa dilakukan oleh partai tertentu. Produk-produk pertanian yang unggul sangat mempengaruhi keberhasilan revitalisasi pertanian.
Dengan mengembangkan pertanian organik diharapkan bisa menghasilkan produk yang bermutu dan bisa bersaing. Sama-sama disadari bahwa untuk untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan petani dan meningkatkan daya saing produk pertanian kita ada beberapa hal yang harus digali dan diupayakan seperti:
1) Dukungan sarana modal dan transportasi yang memadai;
2) Bantuan teknis dan pemasaran,
3) Peningkatan SDM Pertanian dan Pembinaan yang terus menerus kepada petani dan
4) Adanya sistem pengawasan mutu dan keamanan pangan produk pertanian sehingga mampu menghambat masuknya produk luar yang tidak bermutu dan sekaligus mendorong peningkatan ekspor produk pertanian kita.

Dalam rencana kerja Departemen Pertanian tahun 2005, peningkatan mutu dan keamanan pangan merupakan salah satu kegiatan pokok dari program peningkatan ketahanan pangan. Pemerintah menyadari bahwa pertanian organik merupakan satu pilihan dalam produksi pertanian yang memungkinkan usaha kecil Indonesia menjaga ketahanan pangan rumah tangga dan penghasilan yang cukup sambil meregenerasi tanah, memperoleh kembali keanekaragaman hayati, dan menyediakan pangan bermutu bagi masyarakat lokal.
Keuntungan-keuntungan dari pangan organik tersebut telah ditunjukkan oleh sistem pertanian organik yang beragam dan terintegrasi yang secara ekonomi layak, ramah lingkungan, dan meningkatkan budaya masyarakat. Skenario ini tampaknya hampir tidak realistis bagi orang yang tidak mempunyai pemahaman yang cukup tentang tujuan lingkungan, ekonomi dan sosial dari pertanian organik.
Tujuan-tujuan tersebut sangat relevan dengan masyarakat pedesaan Indonesia, dimana kemiskinan merupakan menyebab utama dari ketidaktahanan pangan yang kronis dan stress lingkungan yang tidak berkurang seperti degradasi tanah, susut tanah, kehilangan keanekaragaman hayati, dan polusi tanah/air (Apriantono, 2007).
Hal lain yang mendukung revitalisasi pertanian yaitu multifungsi pertanian yaitu melihat fungsi pertanian baik secara internal maupun eksternal. Fungsi internal disini adalah pertanian sebagai penyedia bahan pangan, serat dan sandang, sedangkan fungsi eksternal adalah fungsi sebagai akibat adanya kegiatan pertanian tersebut seperti mengendalikan erosi dan pendangkalan badan sungai, mengurangi tumpukan sampah organik, memperbaiki iklim global, dan mengurangi resiko banjir.
Reforma agraria merupakan program besar pemerintah untuk menata penguasaan, pemilikan dan pemanfaatan tanah di Indonesia yang semakin timpang. Usaha ini juga sebagai upaya untuk mengendalikan konversi lahan pertanian yang sangat tinggi. Reforma agraria yang sudah pernah dilaksanakan oleh pemerintah pada tahun 1960 tidak memberikan hasil yang maksimal karena adanya perubahan politik di Indonesia reforma agraria menjadi surut kembali. Saat ini pemerintah mulai untuk melaksanakan program tersebut, dengan menyiapkan berbagai macam konsep sehingga program reforma agraria ini bisa berhasil.
Kompleksnya permasalahan dalam reforma agraria ini membuat rakyat menjadi pesimis akan tujuan pemerintah, rakyat mengharapkan bahwa kebijakan pertanahan yang dibuat pemerintah lebih memihak kepada petani miskin dan buruh tani. Pembagian tanah seluas + 2 hektar kepada petani untuk diusahakan sebagai lahan pertanian untuk dikelola secara modern sangat diharapkan, apalagi sekarang ini banyak lahan terlantar yang sebenarnya merupakan lahan produktif tapi dibiarkan begitu saja padahal banyak masyarakat miskin yang bisa memanfaatkannya untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Sumber-sumber agraria merupakan faktor penting dalam pembangunan pertanian. Oleh karenanya diperlukan jaminan kepastian hukum atas penguasaan, pemilikan, pemanfaatan dan pengelolaan sumber-sumber agraria bagi rakyat. Untuk mewujudkan hal itu diperlukan "komitmen politik" yang sungguh-sungguh dari semua pihak untuk memberikan dasar dan arah reformasi agraria. Salah satu komitmen politik yang diperlukan ialah melakukan kaji ulang berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan agraria dalam rangka sinkronisasi kebijakan antar sektor demi terwujudnya peraturan perundang-undangan agraria yang lebih berkeadilan.
Selanjutnya, pendataan agraria melalui inventarisasi dan registrasi atas penguasaan, pemilikan, pemanfaatan, dan pengelolaan sumber-sumber agraria secara komprehensif dan sistematis. Ditinjau dari sudut pandang kepentingan petani, langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam rangka penataan keagrariaan dan pertanahan adalah sebagai berikut :
Pertama, memberi kemudahan kepada petani untuk memperoleh tanah Negara secara mudah dan murah dengan didukung landasan hukum yang kuat;
Kedua, terjaminnya penguasaan, pemilikan dan pemanfaatan tanah pertanian yang adil bagi petani dengan batas minimum yang sesuai dengan skala ekonomi;
Ketiga, pengalokasian anggaran yang memadai untuk pembukaan areal-areal pertanian baru di luar Pulau Jawa, dan penyelesaian konflik-konflik agraria serta registrasi, inventarisasi dan pendataan tanah;
Keempat, terlaksananya prinsip tanah untuk petani dalam arti tanah harus dimanfaatkan sebagai faktor produksi pertanian dan tidak diperdagangkan atau menjadi obyek spekulasi;
Kelima, memberlakukan sistem perpajakan yang memberi insentif pada produktivitas lahan, dengan cara pengenaan pajak yang rendah pada lahan-lahan yang dikelola secara produktif, dan sebaliknya pengenaan pajak yang tinggi bagi lahan yang ditelantarkan (Zulfadhli, 2006).  

DAFTAR PUSTAKA
Adiwibowo S., Sunito A. Melanie, & Kolopaking M. Lala. 2008. Ranah Kajian Sosiologi Pedesaan 80 tahun Prof. Dr. Sediono M.P. Tjondronegoro. Penerbit Fakultas Ekologi Manusia IPB. Bogor.
Apriantono, Anton. 2007. Pertanian Organik Dan Revitalisasi Pertanian (Pidato Pada Workshop dan Kongres II Maporina dengan tema yang cukup menantang yaitu: Menghantarkan Indonesia Menjadi Produsen Organik Terkemuka). Diambil tanggal 25 Oktober 2009. http://www.biotama.com/index.php?option=com_content&task=view&id=54&Itemid=1
Iskandar, Johan. 2006. Metodologi Memahami Petani dan Pertanian. Jurnal Analisis Sosial Vol. 11 No. 1 April 2006 Tantangan Masa Depan Petani Indonesia. Penerbit Akatiga. Bandung. Jamal, Erizal. 2006. Revitalisasi Pertanian dan Upaya Perbaikan Penguasaan Lahan di Tingkat Petani. Jurnal Analisis Sosial Vol. 11 No. 1 April 2006 Tantangan Masa Depan Petani Indonesia. Penerbit Akatiga. Bandung.
Khudori. 2007. Petani, Kemiskinan, dan Reforma Agraria. Kompas. http://www.opensubscriber.com/message/dpr.indonesia@yahoogroups.com/6291787.html. Diambil tanggal 19 Oktober 2009.
Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA). 2009. Lahan Abadi Pertanian dan Reforma Agraria. Diambil tanggal 19 Oktober 2009. http://www.landpolicy.or.id/kajian/13/tahun/2009/bulan/01/tanggal/04/id/129/
Tjondronegoro M.P. Sediono, dan Wiradi, G. 2008. Dua Abad Penguasaan Tanah Pola Penguasaan Tanah Pertanian di Jawa dari Masa ke Masa. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Zulfadhli, Ir. 2006. Tanah Untuk Petani. Diambil tanggal 19 Oktober 2009. http://www.freelists.org/post/ppi/ppiindia-Tanah-Untuk-Petani

Sunday, September 30, 2012

Border Aruk

Catatan perjalanan kali ini adalah kawasan perbatasan Kalimantan Barat. Perjalanan ini dimulai dari Pontianak sebuah kota yang merupakan ibukota provinsi Kalimantan Barat, kotanya tidak terlalu besar dengan sebagian etnis Cina dan Dayak berkumpul disini. Kota ini mendapat julukan kota Seribu Warung Kopi, dan memang hampir disetiap sudut ruko atau kompleks toko terdapat warung kopi yang setiap hari dipadati pengunjung terutama malam hari dan memang itulah tempat nongkrong yang paling favorit bagi semua kalangan. Fenomena warung kopi ini tidak hanya di Pontianak saja tapi dihampir setiap kabupaten yang saya kunjungi selalu saja banyak warung kopi dan paling diminati dibandingkan dengan tempat makan yang lain. Beruntung kemarin di Pontianak lagi musim durian jadi kita bisa nikmatin durian puas harganyapun murah jika dibanding dengan Jakarta.. Sore hari sekitar pukul 13.00 dimulailah perjalanan menuju ke Kabupaten Sambas yang ditempuh dalam waktu 6 jam, kita hanya istirahat sebentar buat minum kopi jalan lagi dan berhenti di Singkawang untuk makan malam....finally tepat pukul 23.00 sampailah kita di Sambas....
Esoknya baru dimulailah petualangan itu...kita split tim lagi jadi dua yang satu ke perbatasan Temajuk di Kecamatan Paloh dan satunya lagi di perbatasan Aruk di Kecamatan Sajingan Besar...Guide kami dari kantor sudah wanti-wanti dari awal kalau perjalanan paling berat ke Border Aruk...karena medannya cukup berat jadi kondisi fisiknya harus benar-benar fit...kebetulan dalam tim kami hanya ada satu cowok dan dari kemarin saya sendiri yang ingin ke border Aruk karena terinspirasi dari film "Tanah Surga katanya"... Pukul 09.15 dengan naik mobil double gardan kita siap menuju perbatasan Aruk...semula memang jalan aspal bagus tapi agak jauh jalan yang kami lewati sudah mulai rusak dan semakin jelek kondisi aspalnya. Setelah berjalan satu setengah jam sampailah kita di Desa Galing...kita berhenti untuk istirahat makan dan ngopi... Pukul 11.15 kita lanjutkan perjalanan lagi dengan kondisi jalan tanah berbatu...dan tersisa 70 km lagi perjalanan dengan kondisi jalan berbatu bergelombang dan rawan longsor, jembatan yang adapun jembatan kayu yang sangat sederhana meski masih cukup kuat untuk dilewati mobil...sepanjang perjalanan yang kita temui adalah hutan yang dibeberapa bagian tampak habis terbakar sebagai pola perladangan berpindah yang dilakukan suku dayak...tampak juga perkebunan sawit di tengah areal hutan yang merupakan kebun rakyat, beberapa rumah penduduk dan selebihnya adalah pemandangan alam yang cukup indah dan masih alami.

Kondisi jalan ke perbatasan Aruk

Setelah terguncang-guncang hampir selama dua setengah jam...akhirnya sampailah kita di rumah dinas Camat Sajingan... oh ya..kondisi jalan aspal halus baru kita temui 5 km menjelang perbatasan..dan begitu masuk kecamatan Sajingan mulailah tampak pemukiman penduduk, gereja, dan masjid. Dan hampir semua instansi pemda seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, Balai Penyuluh Pertanian, Dinas Pendidikan, Pos Babinsa, Brimob, Puskesmas, Pos Imigrasi mempunyai kantor disitu hanya sayangnya beberapa diantaranya terlihat kosong tidak terawat.
Aktivitas perekonomian penduduk pun cukup bervariasi. Mata pencaharian utama masyarakat Sajingan sebagai petani karet, terdapat perkebunan karet rakyat disana, selain itu ada beberapa warung makan, toko kelontong, tempat cuci motor sampai bengkel juga ada. Cukup berkembang akan tetapi kita coba untuk flasback ke belakang sebelum terbukanya akses jalan dari Sajingan ke kota Sambas.
Menurut Camat setempat, dahulu Sajingan tidak seramai dan seberkembang sekarang. Sebelum terbuka akses jalan kehidupan masyarakat perbatasan sangat tergantung dengan negara tetangga kita Malaysia, kampung Biawak adalah kampung terdekat dengan Desa Aruk.
Setiap hari masyarakat kita pergi ke Biawak untuk berbelanja memenuhi kebutuhan hidup mereka atau sekedar untuk minum kopi, ketergantungan masyarakat desa Aruk tersebut terjadi selama bertahun-tahun karena memang pada saat itu kita bebas keluar masuk perbatasan tanpa diperlukan surat keterangan atau paspor.

Saturday, January 2, 2010

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT MASYARAKAT UNTUK MENSERTIPIKATKAN TANAH DI KABUPATEN SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR

1. Latar Belakang

Tanah merupakan modal utama yang dimiliki petani yang disediakan oleh alam. Tanah harus dijaga dan dirawat sebagai langkah agar semua kegiatan yang berlangsung diatasnya tetap bisa berkelanjutan dan berkesinambungan. Tanah selain sebagai sumber daya juga merupakan faktor produksi yang utama untuk pembangunan dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

Tanah mempunyai kedudukan yang sangat strategis, dan merupakan hal penting dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu sering muncul persoalan yang berkaitan dengan tanah yang didukung dengan pesatnya pertumbuhan penduduk sedangkan jumlah tanah yang ada relatif tetap.

Kebijakan pertanahan yang memihak pada rakyat kecil sangat dibutuhkan. Pasal 19 ayat (1) UUPA, menyatakan bahwa untuk menjamin kepastian hukum, oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah RI, menurut ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah. Dalam penjelasan Pasal 19 dinyatakan, bahwa pendaftaran tanah akan diselenggarakan dengan cara yang sederhana dan mudah dimengerti serta dijalankan oleh rakyat yang bersangkutan. Untuk melaksanakan pendaftaran tanah tersebut, maka dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang kemudian diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Sejak dimulainya UUPA sampai sekarang pendaftaran tanah di Indonesia belum seperti yang diharapkan, karena sebagian besar pemegang hak atas tanah belum secara sadar mendaftarkan dirinya ke Kantor Pertanahan.

Setelah berjalan lebih 47 tahun, dari jumlah bidang tanah sekitar 85 juta bidang di luar kawasan hutan, yang sudah terdaftar adalah sekitar 34 persen. Apabila diperhatikan penyebaran bidang tanah yang sudah didaftar dan bersertipikat tu lebih banyak di Jawa dan lokasi-lokasi luar Jawa yang mudah diakses, padat penduduk serta berkembang perekonomiannya (Risnarto, 2009).

Menurut Sudjito (1987:5) (dalam Yuliani, 2007), sebagian masyarakat masih beranggapan bahwa untuk mengurus sertipikat tanah secara rutin dirasakan sangat sulit, memerlukan biaya mahal, proses yang berbelit belit dan waktu yang lama. Dengan keadaan tersebut maka inisiatif masyarakat untuk mendaftarkan tanahnya ke Kantor Pertanahan terasa kurang.

Berbagai macam program percepatan pendaftaran tanah pertama kali sudah dilakukan seperti PRONA, PRODA, atau yang sering disebut sertipikat massal. Program ajudikasi untuk mempercepat kegiatan pensertipikatan tanah juga sudah dilakukan, dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) membutuhkan waktu 18 tahun untuk melakukan sertipikasi tanah (Joyo Winoto, 2006:50).

Faktor eksternal yang mempengaruhi seseorang untuk mensertipikatkan tanahnya ditinjau dari segi ekonomi, sosial, dan budaya adalah kemauan dan kemampuan masyarakat. Persepsi masyarakat terhadap BPN sangat besar pengaruhnya. Karakteristik masyarakatpun merupakan hal utama, karena keberadaan seseorang dalam suatu masyarakat dipengaruhi oleh dimana mereka tinggal, apakah tinggal di perkotaan atau di pedesaan.

Sebagian besar tanah-tanah yang belum terdaftar berada di daerah pedesaan yang mayoritas penduduknya bekerja di sektor pertanian dimana tanah sebagai sumber pokok pendapatan mereka. Manfaat tanah hanya ditempatkan sebatas manfaat secara fisik saja, mereka tidak menempatkan manfaat tanah secara lebih luas cakupannya baik ditinjau dari aspek hukum, aspek ekonomi, aspek keamanan, atau aspek-aspek lain yang bersifat non fisik (Suharno, 1999:96) (dalam Yuliani, 2007).

Pensertipikatan tanah itu sangat penting artinya, karena tanah bisa merupakan sumber masalah (rawan sengketa). Oleh karena itu perlu suatu kepastian hukum bagi para pemilik tanah agar jelas data siapa subyek dan obyeknya berada dimana serta merupakan upaya tertib administrasi pertanahan. Sehingga pemanfaatan tanah tersebut lebih optimal, produktivitasnya meningkat selain itu untuk menghindari terjadinya tanah terlantar dan untuk meningkatkan nilai dari tanah tersebut.

2. Perumusan Masalah

a. Rumusan Masalah

Dari uraian tersebut di atas dapat dirumuskan suatu masalah yaitu :

1. Bagaimana pengaruh aspek sosial, budaya, ekonomi, dan hukum terhadap pembentukan persepsi masyarakat di Kabupaten Sidoarjo dalam persertipikatan tanah?

2. Berdasarkan karakterisitik masyarakat di perkotaan dan pedesaan, bagaimanakah minat yang terbentuk terhadap upaya pensertipikatan tanah?

b. Ruang Lingkup

Agar pembahasan dalam paper ini lebih terarah maka ruang lingkup masalah dalam penulisan adalah :

1. Pensertipikatan tanah yang dimaksud adalah pensertipikatan tanah hak milik atas tanah yang dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sporadik karena sebagian besar bidang tanah yang ada adalah tanah milik.

2. Faktor yang mempengaruhi minat masyarakat dalam paper ini adalah :

a. Aspek sosial, yaitu tingkat pendidikan yang dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman.

b. Aspek budaya, yaitu adanya kebutuhan masyarakat yang dipengaruhi oleh adanya motivasi.

c. Aspek ekonomi, yaitu kemampuan masyarakat secara finansial untuk membayar biaya pensertipikatan tanah yang dipengaruhi oleh jumlah penghasilan dan faktor ekonomi secara menyeluruh.

d. Aspek hukum, yaitu legalitas atau kepastian hukum yang akan diterima oleh masyarakat yang dipengaruhi oleh tingkat keamanan karena kerawanan sengketa tanah.

3. Strategi atau upaya managerial yang diupayakan adalah :

a. Memberikan informasi kepada Kantor Pertanahan Sidoarjo mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi minat masyarakat dalam mendaftarkan tanahnya, sehingga Kantor Pertanahan bisa mengambil langkah strategis untuk mengatasinya dan berupaya memberikan sosialisasi yang dianggap perlu sehingga persepsi masyarakat akan berubah dan mempengaruhi minat masyarakat untuk mensertipikatkan tanahnya.

b. Memberikan masukan dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan pensertipikatan tanah.

3. Pendekatan Konseptual

a. Pendekatan Teori

Untuk memberikan jaminan kepastian hukum kepada pemegang hak atas tanah, dilaksanakan pendaftaran tanah, sebagaimana tercantum dalam ketentuan pasal 19 UUPA yang menetapkan :

a. Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia.

b. Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi :

1). Pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah;

2). Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;

3). Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

Penyelenggaraan pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 UUPA, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang kemudian disempurnakan dengan peraturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997. Dengan berlakunya peraturan ini diharapkan pelaksanaan pendaftaran tanah dapat berjalan dengan lancar dan cermat, sehingga dapat terwujud keseragaman pola pelaksanaan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia.

Pendaftaran tanah menurut pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 :

“Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, penyajian, serta pemeliharaan data fisik dan yuridis, dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya”.

Pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir, dan terbuka. Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menyatakan bahwa pendaftaran tanah bertujuan :

a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah suatu bidang tanah, satuan rumah susun, dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.

b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah yang sudah terdaftar.

c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran yang belum terdaftar berdasar Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Pendaftaran tanah untuk pertama kali diselenggarakan melalui dua cara yaitu secara sistematik dan secara sporadik.

Badan Pertanahan Nasional telah berupaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam hal ini memberi jaminan kepastian hukum hak atas tanah dengan sistem pelayanan yang cepat, murah, dan tepat serta agar terjangkau oleh segenap lapisan masyarakat.

Menurut Sudjito (1987:72) (dalam Yuliani, 2007) diungkapkan bahwa untuk memperoleh sertipikat hak tanah itu sulit, memakan waktu lama dan biayanya sangat mahal sering menimbulkan rasa enggan untuk mengurus sertipikat hak atas tanah apabila tidak benar-benar terdesak.

Pernyataan di atas merupakan image tentang pelayanan pertanahan di bidang pertanahan yang berkembang di masyarakat. Kenyataan tersebut menyebabkan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi minat masyarakat untuk mensertipikatkan tanahnya. Karena pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat mempunyai hubungan dengan keikutsertaan masyarakat dalam program pensertipikatan tanah.

Kamisa (1997:30) mendefinisikan minat sebagai kehendak, keinginan atau kesukaan masyrakat untuk melaksanakan pensertipikatan tanah. Minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih (Hurlock, 1995 : 144). Jadi apabila seseorang mempunyai minat yang tinggi maka ia akan berperilaku positif terhadap pensertipikatan tanah dalam artian memiliki kemauan yang kuat untuk segera mensertipikatkan tanahnya.

Beberapa kondisi yang mempengaruhi minat seseorang yaitu :

a) Status ekonomi

Apabila status ekonomi membaik, orang cenderung memperluas minat mereka untuk mencakup hal yang semula belum mampu mereka laksanakan. Sebaliknya kalau status ekonomi mengalami kemunduran karena tanggung jawab keluarga atau usaha yang kurang maju, maka orang cenderung untuk mempersempit minat mereka.

b) Pendidikan

Semakin tinggi dan semakin formal tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang maka semakin besar pula kegiatan yang bersifat intelek yang dilakukan. Seperti yang dikutip Notoatmojo, 1997 dari L.W. Green mengatakan bahwa “Jika ada seseorang yang mempunyai pengetahuan yang baik, maka ia mencari pelayanan yang lebih kompeten atau lebih aman baginya”.

c) Tempat tinggal

Dimana orang tinggal banyak dipengaruhi oleh keinginan yang biasa mereka penuhi pada kehidupan sebelumnya masih dapat dilakukan atau tidak (Nursalam, 2003).

Berdasarkan teori Maslow, setiap diri manusia terdapat hirarki dari lima kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut adalah (1) fisiologis, (2) rasa aman, (3) sosial, (4) penghargaan, (5) aktualisasi diri. Ketika setiap kebutuhan ini pada dasarnya terpenuhi, kebutuhan yang berikutnya menjadi dominan.

Karena beberapa faktor tersebut di atas, maka terbentuk suatu persepsi masyarakat tentang pentingnya sertipikat hak milik atas tanah. Persepsi berdasarkan pendapat Fishbein dan Ajzen (1975) (dalam Yuliani, 2007) merupakan hubungan antara pengetahuan, sikap, minat dan perilaku. Model dari Fishbein dan Ajzen dioperasionalkan menjadi faktor-faktor intern yang terdiri dari pengetahuan, sikap, dan perilaku. Persepsi merupakan aktifitas psikis yaitu mengamati, menginterpretasi dan mengadakan penilaian terhadap persepsi. Pengetahuan dan sikap individu dengan pengetahuan dan sikap normatif akan mempengaruhi perilaku seseorang dalam pensertipikatan tanah.

Seseorang terdorong untuk mensertipikatkan tanahnya karena sudah mengerti manfaat dan kegunaan tanah, serta ada keperluan tertentu dengan sertipikat tanah. Selain itu dengan memperoleh sertipikat diharapkan dapat memberikan jaminan kepastian hukum serta rasa aman dan tenteram dalam penguasaan dan pemilikan tanahnya.

Masyarakat dengan tingkat pendapatan yang rendah, tidak menjadikan pensertipikatan tanah menjadi suatu prioritas utama karena hal ini menyangkut masalah biaya. Biaya dalam pensertipikatan tanah berhubungan dengan tingkat ekonomi masyarakat yaitu tingkat penghasilan seseorang. Jadi hal tersebut sangat mempengaruhi minat seseorang dalam mensertipikatkan tanahnya.

b. Kerangka Pemikiran

Model hubungan sebab akibat dari faktor-faktor yang mempengaruhi minat masyarakat dalam mensertipikatkan tanahnya adalah sebagai berikut :


Perkotaaan

Pedesaan


Persepsi Masyarakat

Sosial :

Pengalaman

Pengetahuan

pendidikan

Skema 1. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Minat Masyarakat Untuk Mensertipikatkan Tanah.

4. Gambaran Kasus

a. Gambaran Umum Wilayah

Wilayah Kabupaten Sidoarjo ditinjau dari letak geografis, terletak diantara koordinat : 112,5° s/d 112,9° Bujur Timur dan 7,3° - 7,5° Lintang Selatan. Luas wilayahnya 714. 243 Ha.

Gambar 1 : Peta Administrasi Kabupaten Sidoarjo

Batas Wilayah sebelah :

Utara : Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik

Timur : Selat Madura

Selatan : Kabupaten Pasuruan

Barat : Kabupaten Mojokerto

Kabupaten Sidoarjo meliputi 18 wilayah Kecamatan, 31 Kelurahan dan 322 Desa. Kecamatan terluas di Kabupaten Sidoarjo adalah Kecamatan Jabon dan Sedati dengan luas masing-masing 809,98 Ha dan 794,30 Ha akan tetapi wilayahnya sebagian besar merupakan daerah tambak, dengan penyebaran sebagai berikut :

Tabel 1. Luas Wilayah per Kecamatan di Kabupaten Sidoarjo

Kecamatan/District

Luas Wilayah (Ha)

1.

Tarik

360,60

2.

Prambon

342,25

3.

Krembung

295,50

4.

Porong

298,23

5.

Jabon

809,98

6.

Tanggulangin

322,90

7.

Candi

406,68

8.

Tulangan

312,05

9.

Wonoayu

339,20

10.

Sukodono

326,78

11.

Sidoarjo

625,60

12.

Buduran

410,25

13.

Sedati

794,30

14.

Waru

303,20

15.

Gedangan

240,58

16.

Taman

315,35

17.

Krian

325,00

18.

Balongbendo

314,00

Jumlah / Total

7.142,43

Sumber : Sidoarjo Dalam Angka, BPS Kabupaten Sidoarjo tahun 2007

Kondisi Geografi Kecamatan Tarik dan Kecamatan Sidoarjo

Kecamatan Tarik dengan luas 360,60 Ha berpotensi sebagai lokasi penambangan gas bumi, karena berdasarkan hasil survey dan eksplorasi yang dilakukan terdapat kandungan yodium yang cukup tinggi. Kondisi alam yang mendukung dan tersedianya lahan dapat digunakan untuk menciptakan lapangan kerja dan menumbuhkan sektor perdagangan. Kecamatan Tarik merupakan salah satu pusat populasi terbesar program penggemukan sapi kereman (jantan), hal ini masih bisa terus berkembang karena kebutuhan daging untuk konsumsi masyarakat masih kurang dan tersedianya pakan sapi dari limbah tahu dan tempe sangat mendukung berkembangnya sektor peternakan ini. Potensi lainnya yaitu di Kecamatan Tarik terdapat industri penanganan pasca panen telur itik (pengasinan telur).

Kecamatan Sidoarjo merupakan daerah dengan potensi sebagai tempat budidaya udang windu dan banding dan berkembang dengan pesat karena terletak dekat dengan pusat pemasaran budidaya. Karena merupakan daerah perkotaan maka pertumbuhan ekonomi tinggi dan tumbuh terus, yang didukung dengan pembangunan pusat pembelanjaan dan berkembangnya lokasi pemukiman, serta transportasi yang lancar.

Demografi

Penduduk Sidoarjo sebagai kota terdekat dan merupakan perluasan dari pengembangan kota Surabaya mempunyai penduduk yang padat dengan perbandingan jumlah laki-laki dan perempuan yang hampir sama, dan sebagian besar penduduknya terkonsentrasi di Kecamatan Waru karena kecamatan ini merupakan daerah paling dekat berbatasan dengan Kota Surabaya sehingga tingkat mobilitas dan aksesibilitasnya tinggi dengan banyaknya pemukiman dan penduduk di daerah tersebut.

Tabel 2. Jumlah Penduduk Kabupaten Sidoarjo.

No.

Wilayah Kecamatan

laki - laki

Perempuan

Jumlah

1

Sidoarjo

72,261

74,354

146,615

2

Buduran

32,704

32,460

65,164

3

Candi

46,049

46,848

92,897

4

Porong

34,690

34,647

69,337

5

Krembung

26,293

26,746

53,039

6

Tulangan

33,920

33,388

67,308

7

Tanggulangin

35,501

35,648

71,149

8

Jabon

23,670

24,013

47,683

9

Krian

45,105

43,467

88,572

10

Balongbendo

28,806

28,551

57,357

11

Wonoayu

30,933

30,733

61,666

12

Tarik

26,934

26,711

53,645

13

Prambon

30,231

30,693

60,924

14

Taman

89,375

87,329

176,704

15

Waru

102,218

108,208

210,426

16

Gedangan

55,046

51,584

106,630

17

Sedati

33,879

33,590

67,469

18

Sukodono

33,816

32,614

66,430

JUMLAH

781,431

781,584

1,563,015

Sumber : Sidoarjo Dalam Angka, BPS Kabupaten Sidoarjo Tahun 2007

Kondisi Sosial Ekonomi

Tabel 3. Jumlah Sekolah Menurut Jenis Sekolah per Kecamatan Kabupaten Sidoarjo

Kecamatan

TK

SD

SLTP

Negeri Swasta

Negeri Swasta

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

1.

Tarik

21

31

-

2

3

2.

Prambon

22

28

-

1

5

3.

Krembung

25

27

2

2

3

4.

Porong

25

31

3

3

7

5.

Jabon

31

24

-

2

1

6.

Tanggulangin

39

27

3

2

5

7.

Candi

49

28

2

3

3

8.

Tulangan

40

31

1

1

5

9.

Wonoayu

25

34

-

2

3

10.

Sukodono

20

30

1

2

3

11.

Sidoarjo

78

36

15

6

13

12.

Buduran

33

23

-

3

3

13.

Sedati

22

18

1

2

3

14.

Waru

78

35

13

4

14

15.

Gedangan

28

29

3

2

3

16.

Taman

69

43

7

3

13

17.

Krian

32

33

4

3

9

18.

Balongbendo

27

28

1

2

3

Jumlah/Total 2007

664

536

56

45

99

Sumber : Dinas Pendidikan Nasional Kab. Sidoarjo

Dari data di atas diketahui bahwa terdapat perbedaan yang mencolok jumlah sekolah yang terletak di Kecamatan Tarik (pedesaan) dan Kecamatan Sidoarjo (perkotaan), dimana sekolah banyak dibangun dan berdiri di kawasan perkotaan sedangkan di kawasan pedesaan (Kecamatan Tarik) hanya ada beberapa sekolah saja. Jadi dari segi pendidikan terlihat perbedaan yang mencolok dari jumlah sekolah yang ada. Pendidikan sangat diperlukan oleh masyarakat karena mempengaruhi pola pikir dan kemampuan mereka untuk maju.

Produk domestik regional bruto atas harga konstan di Kabupaten Sidoarjo selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun di setiap sektor Adapun pertumbuhan ekonomi pada tahun 2001 sebesar 3,66 %. Hal ini menunjukkan angka yang cukup signifikan terhadap laju perekonomian daerah. Diharapkan tingkat pertumbuhan ekonomi dimasa mendatang lebih mantap dan memberikan dampak yang optimal terhadap peningkatan pendapatan masyarakat, penyerapan tenaga kerja, dan pada akhirnya memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah.

Dengan merujuk pada Buku Skenario Pertumbuhan Ekonomi dan Implikasinya sebagai Alternatif Arah Kebijakan Perencanaan Pembangunan Ekonomi (BAPPEKAB, 2001), maka proyeksi pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sidoarjo (hasil revisi) selama tahun 2002-2007, sebagai berikut :

Tahun 2002 : 4,10 %

Tahun 2003 : 4,80 %

Tahun 2004 : 5,70 %

Tahun 2005 : 6,70 %

Tahun 2006 : 7,10 %

Tahun 2007 : 7,50 %

Skenario Pertumbuhan Ekonomi tersebut diatas disusun dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian secara nasional, nilai tukar rupiah terhadap dolar, situasi politik, keamanan, dan arah kebijakan pengembangan investasi daerah.

Krisis ekonomi dan moneter yang berkelanjutan serta krisis politik yang berlarut-larut di Indonesia mengakibatkan turunnya perekonomian dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Hal ini ditandai dengan menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat, meningkatnya jumlah pengangguraN dan meningkatnya lokasi kantong-kantong kemiskinan sehingga jumlah penduduk miskin semakin banyak. Dampak krisis tersebut sangat terasa terutama pada lapisan masyarakat yang berpendapatan rendah/keluarga miskin dalam mengakses kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan dan rendahnya kemampuan daya beli masyarakat.

Masalah kesenjangan sosial di Sidoarjo masih cukup besar. Pada tahun 2001 sesuai hasil pendataan keluarga miskin dengan indikator baru oleh BPS sebanyak 47.256 rumah tangga. Sedangkan anak terlantar, generasi muda, penyandang masalah sosial, seperti waria, tuna susila, anak nakal dan gelandangan / pengemis populasinya terhitung relatif kecil.

Tabel 4. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2003 – 2007 (jutaan rupiah)

Sektor/Sub Sektor

2003

2004

2005

2006*

2007**

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

1. Pertanian

813 358.82

822 230.22

828 350.73

829 910.69

831 105.13

1.1. Tanaman Bahan

Makanan

221 431.74

220 897.55

220 027.35

220 271.16

220 381.38

1.2. Tanaman

Perkebunan

85 087.09

86 271.80

85 809.27

84 361.64

84 372.18

1.3. Peternakan dan

Hasil-hasilnya

84 367.41

84 796.76

84 619.42

83 915.38

83 928.66

1.4. Perikanan

422 472.58

430 264.11

437 894.69

441 362.51

442 422.91

2. Pertambangan dan

Penggalian

358 863.64

352 134.71

315 759.78

259 362.16

165 902.34

2.1 Gas Bumi dan

Penggalian

358,863.64

352,134.71

315,759.78

259,362.16

165,902.34

3. Industri Pengolahan

9 557 872.56

9 684 998.12

10 061 003.44

10 355 908.15

10 579 785.93

3.1 Industri Tanpa

Migas

9 557 872.56

9 684 998.12

10 061 003.44

10 355 908.15

10 579 785.93

1. Makanan, Minuman

dan tembakau

2 110 235.56

2 234 106.39

2 362 547.21

2 473 762.03

2 568 923.51

2. Tekstil, Barang Kulit

dan Alas Kaki

620 865.05

624 361.44

628 809.51

631 289.18

635 281.09

3. Barang kayu dan

Hasil Hutan lainnya

311 988.81

319 148.80

322 301.51

320 682.15

319 004.76

4. Kertas dan barang

Cetakan

2 562 976.74

2 470 610.25

2 606 446.59

2 749 751.33

2 831 581.33

5. Pupuk, Kimia dan

Barang dari Karpet

1 587 370.34

1 611 740.94

1 640 573.24

1 638 835.31

1 640 112.52

6. Semen dan Barang

Galian Non Logam

289 318.50

291 681.24

302 611.79

316 951.95

334 628.37

7. Logam dasar Besi dan

Baja

1 045 206.06

1 049 344.14

1 063 007.54

1 062 679.34

1 066 384.61

8. Alat Angkutan, Mesin

& Peralatannya

626 010.84

645 321.81

667 289.41

690 004.81

711 351.69

9. Barang-banrang

lainnya

403 900.66

438 683.11

467 416.64

471 952.05

472 518.05

4. Listrik, Gas dan Air

Bersih

291 564.04

318 120.13

347 668.73

381 446.03

418 671.81

4.1 Listrik

273,114.92

298,421.05

326,451.42

358,416.81

393,679.41

4.2 Air Bersih

18,449.12

19,699.08

21,217.31

23,029.22

24,992.40

5. Kontruksi

411 028.15

420 219.52

437 684.19

448 725.34

456 972.19

Catatan : * : angka diperbaiki

** : angka sementara

Sumber : Sidoarjo Dalam Angka, BPS Kabupaten Sidoarjo Tahun 2007

Sekilas Kantor Pertanahan Kabupaten Sidoarjo

Visi

Visi merupakan pandangan jauh ke depan, kemana dan bagaimana instansi pemerintah harus dibawa dan berkarya agar konsisten dan dapat eksis, antisipatif inovatif serta produktif. Visi tidak lain adalah suatu gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan oleh Instansi Pemerintah. Dengan mengacu pada batasan tersebut, serta Visi Badan Pertanahan Nasional "Terselenggaranya Pengelolaan Pertanahan yang Mampu Mendorong Peran Serta Masyarakat dan Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan” maka Visi Kantor Pertanahan Kabupaten Sidoarjo adalah sebagai berikut :

”Terwujudnya Pengelolaan Pertanahan yang Transparan dengan Mengutamakan Pelayanan Prima untuk Mendorong Terciptanya Masyarakat yang Adil dan Sejahtera”

Pernyataan Visi tersebut dilandasi pada nilai-nilai luhur yang ingin dicapai oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Sidoarjo, yaitu :

1. Bahwa Kantor Pertanahan Kabupaten Sidoarjo merupakan penyelenggara pengelolaan pertanahan yang mampu mendorong peran serta masyarakat di bidang pertanahan.

2. Dalam penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat Kantor Pertanahan Kabupaten Sidoarjo diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap meningkatnya pertumbuhan ekonomi baik secara mikro maupun makro menuju terciptanya masyarakat yang sejahtera.

Misi

Misi adalah pedoman yang wajib dipegang teguh oleh setiap aparat pemerintah dalam mewujudkan Visi. Misi berfungsi sebagai pemersatu gerak, langkah dan tindakan nyata bagi segenap komponen penyelenggara pemerintahan tanpa mengabaikan mandat yang diberikannya, mengacu pada Badan Pertanahan Nasional, misi Kantor Pertanahan Kabupaten Sidoarjo adalah sebagai berikut :

1. Mengembangkan sdministrasi pertanahan untuk memberikan pelayanan prima ;

2. Meningkatkan pengelolaan pertanahan melalui partisipasi masyarakat .

Sukses pelaksanaan kegiatan Kantor Pertanahan Kabupaten Sidoarjo sangat ditentukan oleh asumsi-asumsi, sebagai berikut :

1. Kemauan, semangat kerja keras dan kebersamaan aparatur pemerintah, dunia usaha dengan dukungan dari seluruh komponen masyarakat .

2. Adanya kemampuan pembiayaan pembangunan yang rasional dan penggunaan sumber daya serta dukungan dari pusat

3. Mantapnya kebijakan pemerintah di bidang pembangunan nasional

4. Terpeliharanya kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat yang kondusif.

Sarana dan Prasarana

Gedung Kantor Pertanahan Kabupaten Sidoarjo berdiri di atas sebidang tanah Hak Pakai Nomor : 1/Sidoklumpuk, atas nama Pemerintah Kabupaten Sidoarjo seluas 1.396 m2 dengan luas bangunan 1.916 m2 beralamat di Jalan Jaksa Agung R.Soeprapto No.7 Sidoarjo yang secara geografis berjarak sekitar 200 meter dari pusat pemerintahan Kabupaten Sidoarjo. Letaknya strategis karena masyarakat dapat mencapainya dengan kendaraan umum yang setiap hari beroperasi melewati jalan lokasi kantor.

Bila dilihat dari jumlah personil yang ada dan permohonan yang masuk maka gedung tersebut sudah tidak layak untuk gedung pelayanan. Satu-satunya asset tanah yang dimiliki oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Sidoarjo terletak di Desa Rangkah Kidul seluas 3.225 m2 dengan Sertipikat Hak Pakai No.1 Rangkah Kidul. Kondisi tanah tersebut masih perlu pengurukan karena bekas sawah. Direncanakan diatas tanah tersebut akan dibangun Gedung untuk Kantor Pertanahan Kabupaten Sidoarjo

Pada tanggal 10 Nopember 2008, loket pelayanan terintegrasi telah diresmikan oleh Wakil Bupati Sidoarjo, Syaiful Illah yang didampingi oleh Deputi III BPN-RI dan Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi Jawa Timur. Secara umum loket pelayanan sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu terdiri dari 4 ( empat ) buah loket, yaitu :

1. Loket 1 : Loket Informasi

2. Loket 2 : Loket Pendaftaran

3. Loket 3 : Loket Pembayaran

4. Loket 4 : Loket Pengambilan Hasil

Juga dilengkapi dengan Kiosk, untuk informasi secara online dari aplikasi LOC yang sudah ada sejak tahun 1999 ( fase pertama ). Yang menonjol, di saat masyarakat memasuki ruang loket pelayanan, maka yang pertama akan ditemui adalah customer service ( CS ) yang akan memberikan layanan seputar pertanahan. Informasi awal dapat diperoleh di bagian ini. Kedua, untuk memudahkan akses oleh masyarakat dalam rangka memperoleh informasi, sekarang juga dilengkapi dengan call centre 8055555 dan hot spot, area bebas akses internet di sekitar Gedung Kantor Pertanahan Kabupaten Sidoarjo.

Tujuan dari kelengkapan tersebut di atas, adalah dalam rangka memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat secara cepat, tepat dan terjamin keakuratannya. Ke depan Kantor Pertanahan akan melengkapi dengan web site yang dapat diakses untuk memperoleh informasi yang lengkap melalui internet dengan updating data yang sangat diperlukan oleh masyarakat.

Berikut ini adalah jumlah sertipikat hak atas tanah yang sudah diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Sidoarjo.


Tabel 3. Jumlah Sertipikat Yang Sudah Terbit per Kecamatan di Kabupaten Sidoarjo

No

Kecamatan

Hak Milik

Hak Pakai

Hak Guna Bangunan

Wakaf

1

Tarik

23,482

240

51

0

2

Prambon

4,372

88

741

0

3

Krembung

12,048

106

35

0

4

Porong

9,434

67

507

0

5

Jabon

4,238

57

11

0

6

Tanggulangin

10,175

29

13,198

0

7

Candi

10,282

58

22,313

1

8

Sidoarjo

23,972

182

31,582

3

9

Tulangan

6,629

62

5,185

6

10

Wonoayu

17,381

218

754

0

11

Krian

9,481

113

6,054

4

12

Balongbendo

24,858

122

720

25

13

Taman

24,271

103

15,120

4

14

Sukodono

19,137

250

12,340

1

15

Buduran

9,973

65

9,757

1

16

Gedangan

10,904

144

9,071

1

17

Sedati

12,617

214

7,040

0

18

Waru

31,388

214

27,558

3

Jumlah

264,642

2,332

162,037

49

b. Fakta Kasus Yang Dibahas

Kecamatan Tarik diambil sebagai contoh kecamatan untuk mewakili masyarakat dari pedesaan. Dari data di atas diketahui bahwa pada Kecamatan Tarik jumlah bidang tanah yang sudah bersertipikat Hak Milik adalah 23.482 bidang, hal ini dikarenakan adanya Proyek Ajudikasi, Prona, dan Sertipikat Masal Swadaya. Di Desa Singogalih Kecamatan Tarik dari data yang diperoleh hanya terdapat 52 bidang tanah yang sudah bersertipikat, hal ini dikarenakan pemerintah Desa Singogalih menolak adanya proyek pensertipikatan masal seperti di desa lainnya di Kecamatan Tarik, penyebabnya adalah pemerintah desa takut pemasukan kas desa akan berkurang jika tanah masyarakat sudah bersertipikat serta masyarakat hanya memandang sempit fungsi dari sertipikat tanah, mereka menganggap mempunyai tanah hanya untuk keperluan jual beli saja dan itu hanya diperlukan letter C dari desa bukan sertipikat tanah.

Sedangkan daerah perkotaan yang diwakili oleh Desa Banjarbendo Kecamatan Sidoarjo dengan jumlah tanah yang sudah bersertipikat Hak Milik 1.228.bidang. Di kecamatan ini tidak terkena proyek sertipikat masal (Prona, Ajudikasi) jadi sertipikat yang dimiliki masyarakat murni karena keinginan atau minat masyarakat untuk mensertipikatkan tanahnya. Hal ini karena banyaknya pengembang perumahan di wilayah perkotaan, dan minat penduduk perkotaan yang sudah tinggi akan sertipikat tanah.

Masyarakat pedesaan dan perkotaan yang masing-masing dipengaruhi oleh aspek sosial, ekonomi, budaya, dan hukum membentuk suatu persepsi tersendiri tentang pensertipikatan tanah. Hal inilah yang mempengaruhi minat masyarakat dalam mensertipikatkan tanahnya.

5. Pembahasan

Percepatan pendaftaran tanah yang dilaksanakan pada Kantor Pertanahan Kabupaten Sidoarjo, keberhasilannya sangat tergantung oleh partisipasi masyarakat. Upaya yang dilakukan Kantor Pertanahan untuk meningkatkan partisipasi dan animo masyarakat agar mensertipikatkan tanahnya adalah dengan sosialisasi atau penyuluhan. Akan tetapi minat yang timbul dari masyarakat baik di pedesaan dan perkotaan untuk mensertipikatkan tanahnya sangat dipengaruhi oleh aspek sosial, aspek budaya, aspek ekonomi, dan aspek hukum yang akan membentuk suatu persepsi masyarakat terhadap sertipikat dan pada akhirnya menimbulkan minat pada masyarakat.

Aspek Sosial

Aspek sosial merupakan aspek yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan masyarakat, pendidikan ini dipengaruhi pengetahuan yang diperoleh oleh masyarakat baik melalui jenjang pendidikan atau diperoleh secara otodidak. Hal ini dipengaruhi juga oleh pengalaman individu. Makin banyak pengalaman seseorang maka pengetahuannya juga semakin besar, karena mereka belajar dari pengalaman. Demikian juga dengan tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka wawasannya semakin luas.

Partisipasi dalam hal pertanahan terkait dengan tingkat intelektualitas masyarakat adalah isu yang terangkat dari fenomena empiris dimana ada indikasi bahwa kelompok masyarakat yang aktif terlibat dalam kegiatan pertanahan adalah mereka yang terdidik atau paling tidak buta aksara. Adapun bentuk partisipasi dari isu ini terlihat pada bidang pendaftaran tanah dan sertipikasi tanah. Hal ini dapat dipahami bahwa pengurusan pendaftaran tanah khususnya sporadis membutuhkan pengetahuan, kesadaran, dan keberanian untuk mengurusnya karena berhubungan dengan birokrasi dan prosedur yang tidak sederhana.

Pengetahuan disini berkaitan dengan keluasan wawasan, penguasaan dan pemahaman masalah administratif berkaitan dengan pertanahan. Kesadaran biasanya sebagai bentuk sikap yang mengarah pada tindakan riil, sedangkan keberanian adalah menyangkut keberanian dalam pengurusan ke kantor-kantor atau instansi yang biasanya bagi orang-orang yang tidak berpendidikan merupakan suatu hal yang menakutkan atau paling tidak mereka enggan (Tim Peneliti Puslitbang BPN, 2005).

Pendidikan masyarakat yang relatif masih rendah sehingga mereka kurang mengerti maksud dan tujuan adanya program-program pemerintah yang salah satu diantaranya adalah pensertipikatan tanah, sehingga minat untuk mensertipikatkan tanahnya juga rendah.

Pada masyarakat yang relatif maju (perkotaan), pemahaman terhadap arti pentingnya sertipikat cukup baik. Hal ini ditunjukkan oleh pemanfaatan sertipikat untuk memperoleh modal atau uang melalui jaminan ke bank. Sedangkan untuk masyarakat pinggiran (desa) belum menunjukkan hal yang sama dalam arti pemahamannya sangat kurang. Kekurang pahaman ini pararel dengan pemahaman tentang proses pensertipikatan tanah baik dari segi persyaratan, prosedur dan pembiayaan. Efek selanjutnya adalah kemauan mensertipikatkan tanah juga rendah. Secara umum dapat dikatakan bahwa rendahnya pensertipikatan tanah disebabkan oleh :

a. Manfaat sertipikat belum melekat pada diri pemilik tanah. Terdapat anggapan bahwa tanpa sertipikatpun tanahnya tidak akan berkurang nilai manfaatnya.

b. Informasi dari orang lain bahwa mensertipikatkan tanah sesuatu pekerjaan yang ”sulit, mahal, dan lama”.

c. Pensertipikatan akan dilakukan ketika ada kepentingan : waris, sengketa, jual beli dan lain-lain.

d. Pengenaan BPHTB yang cukup tinggi mengakibatkan bahwa biaya secara keseluruhan sampai keluarnya sertipikat menjadi mahal (Tim Peneliti Puslitbang BPN, 2005).

Jadi aspek sosial dalam hal ini tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap minat masyarakat untuk mensertipikatkan tanahnya.

Aspek Ekonomi

Aspek ekonomi yang paling dominan adalah tingkat penghasilan atau pendapatan masyarakat selain itu pertumbuhan ekonomi suatu daerah juga berpengaruh. Pada masyarakat perkotaan dengan pekerjaan utama adalah pegawai negeri dan swasta tentunya mempunyai penghasilan yang tetap dan lebih tinggi dibandingkan masyarakat desa yang pada umumnya bekerja sebagai petani. Sehingga pada masyarakat kota sebagian besar pemenuhan kebutuhan pokoknya sudah dapat terpenuhi, sangat berbeda dengan masyarakat pedesaan yang mempunyai pendapatan rendah maka mereka merasa bahwa pensertipikatan tanah bukan merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Sehingga bagi masyarakat dengan tingkat pendapatan rendah dimana mereka hanya bisa memenuhi kebutuhan fisiologis merasa kurang berminat mensertipikatkan tanahnya, mengingat biayanya yang tidak murah.

Pengenaan pajak atas tanah BPHTB yang cukup tinggi menyebabkan animo masyarakat dalam mensertipikatkan tanah menjadi berkurang. Rata-rata animo masyarakat pinggiran (desa) dalam mensertipikatkan tanahnya belum setinggi di perkotaan (Tim Peneliti Puslitbang BPN, 2005).

Pertumbuhan ekonomi suatu daerah ditandai dengan masuknya investor untuk menanamkan modalnya sehingga perekonomian daerah menjadi tumbuh dan berkembang. Sebagai contohnya masuknya para pengembang atau investor untuk pembangunan perumahan terutama di daerah perkotaan menyebabkan masyarakat lebih berkeinginan untuk mensertipikatkan tanahnya, selain untuk kepastian hukum juga untuk meningkatkan nilai tanahnya serta dengan sertipikat dapat memberikan manfaat terhadap kesejahteraan ekonomi (sebagai jaminan untuk memperoleh kredit sehingga bisa memajukan usaha).

Aspek Budaya

Aspek budaya dalam pembahasan ini adalah adanya motivasi atau kepentingan yang mempengaruhi kebutuhan untuk mensertipikatkan tanah. Partisipasi masyarakat sangat dipengaruhi oleh motif-motif atau kepentingan-kepentingan masyarakat itu sendiri. Sebagai contoh, masyarakat akan berusaha mendaftarkan bidang tanah yang dimiliki untuk diterbitkan sertipikatnya apabila tanah tersebut akan dijual. Ini dilakukan sebab jika tanah yang dimiliki belum bersertipikat maka kemungkinan yang akan terjadi tanah tersebut tidak laku dijual atau laku dijual dengan harga relatif rendah. Oleh sebab itu mereka berupaya mendaftarkan tanah miliknya karena ada kepentingan untuk menjual tanah tersebut.

Kebalikannya adalah sikap apatis dari masyarakat yang ditunjukkan oleh anggapan dan pemahaman bahwa tanah tanpa sertipikatpun tidak mempengaruhi kuat atau lemahnya pemilikan/penguasaan tanah. Masyarakat menganggap sudah cukup aman menempati atau mengusahakan tanahnya, sehingga sertipikat tidak memberikan nilai lebih yang bermanfaat langsung kepada pemiliknya, sepanjang tidak diganggu oleh orang lain (Tim Peneliti Puslitbang BPN, 2005).

Di daerah perkotaan sertipikat sudah merupakan suatu kebutuhan. Hal ini dikarenakan tujuan pensertipikatan tanah di kota adalah untuk agunan ke bank dan untuk jual beli tanah. Sedangkan pada masyarakat pedesaan arti tanah hanyalah sebagai tanah saja tidak mempunyai arti yang lain sehingga minat masyarakat desa untuk mensertipikatkan tanahnya masih kurang.

Aspek Hukum

Aspek hukum merupakan tujuan utama dari sertipikat hak atas tanah, dimana masyarakat perlu suatu legalitas atas kepemilikan tanahnya untuk tujuan keamanan karena tanah adalah asset yang nilainya selalu meningkat dan suatu obyek yang rawan sengketa. Arti penting pensertipikatan tanah adalah dalam rangka memberikan kejelasan dan kepastian hukum kepemilikan tanah, arti penting ini berkaitan dengan kemanfaatannya.

Masyarakat perkotaan lebih mengerti aspek kondisi fisik tanah itu sendiri (seperti berapa luasnya) dibandingkan dengan aspek penguasaan/pemilikan tanah (seperti siapa pemiliknya). Sebaliknya masyarakat pedesaan lebih mengerti aspek penguasaan/pemilikan tanah (seperti siapa pemiliknya) dibandingkan dengan kondisi fisik tanah itu sendiri (seperti berapa luasnya). Keterangan tentang kondisi fisik dan yuridis bidang tanah merupakan dasar dalam memperkuat kepastian hukum hak milik atas tanah (Tim Peneliti Puslitbang, 2005).

Secara komprehensif hasil analisis aspek-aspek tersebut di atas, berikut ini disajikan persamaan dan pebedaan persepsi antara masyarakat perkotaan dan pedesaan terhadap minat masyarakat untuk mensertipikatkan tanahnya.

Persamaannya adalah sebagai berikut :

1. Baik masyarakat di kota dan di desa sama-sama beranggapan bahwa mengurus sertipikat itu memakan waktu yang lama, dengan proses atau prosedur yang berbelit-belit, dan diperlukan biaya yang mahal.

2. Masyarakat baik di kota maupun di desa mengerti arti pentingnya pensertipikatan tanah, terutama dalam rangka memberikan kejelasan dan kepastian hukum kepemilikan tanah.

3. Masyarakat di perkotaan dan pedesaan mengerti bahwa dengan terbitnya sertipikat hak milik atas tanah selain memberi manfaat juga memberikan dampak terhadap pemiliknya maupun pemerintah.

4. Partisipasi masyarakat baik di perkotaan maupun pedesaan untuk mensertipikatkan tanahnya sangat dipengaruhi oleh motif-motif atau kepentingan-kepentingan masyarakat itu sendiri.


Perbedaan yang ditunjukkan berdasarkan masing-masing aspek adalah :

Aspek yang mempengaruhi

Perbedaan Persepsi Masyarakat

Perkotaan (Kec. Sidoarjo)

Pedesaan (Kec. Tarik)

1. Sosial

Pendidikan yang cukup tinggi dan wawasannya luas sehingga pemahaman akan pentingnya sertipikat sangat tinggi

Pendidikannya relatif rendah sehingga pemahaman tentang sertipikat juga rendah

2. Ekonomi

Mempunyai penghasilan tetap dan relatif cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, maka meskipun biaya sertipikat mahal masyarakat tetap berusaha untuk mensertipikatkan tanahnya

Mempunyai penghasilan yang tidak tetap dan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga persepsi masyarakat akan biaya yang sertipikat yang mahal membuat mereka tidak berminat mensertipikatkan tanahnya

3. Budaya

Motivasi yang kuat menciptakan suatu persepsi bahwa sertipikat merupakan suatu kebutuhan

Motivasi masyarakat masih rendah sehingga tanah dianggap sebagai tanah saja bukan sebagai aset. Persepsi masyarakat untuk mensertipikatkan tanah masih kurang karena mereka menganggap dengan bukti Letter C saja sudah cukup.

4. Hukum

Aspek kondisi fisik tanah itu sendiri (luasan tanah)

Aspek penguasaan/pemilikan tanah (siapa pemiliknya)

Dari pembahasan diatas diketahui bahwa aspek sosial, ekonomi, budaya, dan hukum sangat mempengaruhi persepsi masyarakat baik diperkotaan maupun di pedesaan untuk mensertipikatkan tanahnya. Dari persepsi itu kemudian timbul minat masyarakat untuk mensertipikatkan tanahnya. Dukungan pemerintah dengan mengadakan program PRONA, Ajudikasi, Sertipikat Masal Swadaya dapat menggugah minat masyarakat, tetapi program-program pemerintah tersebut jika tidak mendapat dukungan dari pemerintah desa akan menjadi suatu program yang sia-sia meskipun sosialisasi sudah sering dilakukan, karena seringkali pemerintah desa merasa ketakutan akan kehilangan pemasukan kas desa jika warganya sudah mempunyai sertipikat bukan letter C lagi. Hal ini disebabkan jika terjadi transaksi jual beli tanah yang sudah bersertipikat maka masyarakat akan pergi ke Notaris dan tidak ada kepengurusan masalah transaksi tersebut ke Kelurahan, sedangkan jika tanah tersebut belum bersertipikat (letter C) maka segala urusan transaksi tersebut akan melibatkan pihak pemerintah desa, dan ini merupakan pemasukan kas.

Peningkatan pemahaman akan pentingnya sertipikat tanah dan bagaimana masyarakat memandang tanah sebagai apa sangat mempengaruhi minat masyarakat untuk mensertipikatkan tanahnya, jika masyarakat memandang tanah tersebut sebagai aset yang mempunyai nilai investasi tinggi dan perlu adanya kepastian hukum, maka masyarakat dengan sendirinya akan mensertipikatkan tanah tersebut biasanya minat pribadi ini ada pada masyarakat perkotaan yang mempunyai pendidikan dan wawasan pengetahuan yang luas, mempunyai cukup uang untuk biaya sertipikat, dan sudah ’melek’ hukum sehingga pemahaman akan pentingnya sertipikat sudah tinggi dan tahu benefit apa yang akan diperoleh jika tanah sudah bersertipikat. Berbeda dengan masyarakat pedesaan yang hanya memandang tanah sebagai obyek tanah saja tidak mempunyai arti lebih kecuali kalau mau dijual dan itu pasti akan mendatangkan uang, dengan pemahaman yang tentang tanah yang rendah ini maka kecil sekali minat yang mungkin timbul untuk mensertipikatkan tanahnya. Hal ini disebabkan penjualan tanah dengan letter C sudah dapat dilakukan tanpa harus mempunyai sertipikat tanah, meskipun dengan harga yang tidak setinggi tanah yang sudah bersertipikat.

Dengan terbitnya sertipikat hak atas tanah akan memberi manfaat dan dampak bagi pemilik dan pemerintah. Bagi pemerintah dengan sertipikat tanah keadaan kepemilikan tanah lebih tertib administrasinya, dan memudahkan informasi tentang subyek dan obyek pajak. Bagi masyarakat, pensertipikatan tanah akan menjamin kepastian hukum terhadap kepemilikan tanah sehingga mencegah terjadinya sengketa kepemilikan tanah.

7. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan yang telah diuraikan diatas adalah :

1. Aspek sosial, ekonomi, budaya, dan hukum sangat berpengaruh pada pembentukan persepsi masyarakat terhadap sertipikat tanah. Persepsi masyarakat bahwa pengurusan sertipikat itu mahal, membutuhkan waktu yang lama, dan prosedur yang berbelit-belit menyebabkan masyarakat enggan untuk mensertipikatkan tanahnya, meskipun sudah terbentuk suatu pemahaman akan pentingnya arti sertipikat tanah. Bahwa partisipasi masyarakat untuk mensertipikatkan tanah sangat dipengaruhi oleh motif-motif dan kepentingan masyarakat itu sendiri. Tingkat pendidikan yang tinggi akan membentuk persepsi akan arti pentingnya sertipikat tanah, dengan tingkat pendapatan yang tinggi akan mendorong masyarakat untuk mensertipikatkan tanahnya dan faktor biaya tidak merupakan masalah sehingga persepsi masyarakat yang terbentuk tentang mahalnya biaya sertipikat tanah bisa diabaikan. Selain itu sertipikat tanah akan meningkatkan status sosial masyarakat itu sendiri. Untuk kepentingan usaha, sertipikat tanah bisa digunakan sebagai agunan untuk memperoleh kredit perbankan sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan pemiliknya dan juga meningkatnya nilai tanah sebagai salah satu investasi. Adanya motif-motif yang mempengaruhi masyarakat untuk mensertipikatkan tanahnya sehingga sertipikat dianggap sebagai suatu kebutuhan. Kepastian hukum yang merupakan manfaat dari sertipikat tanah akan memberikan rasa aman akan penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan tanahnya sehingga bisa dikelola semaksimal mungkin untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

2. Minat masyarakat pedesaan terhadap pensertipikatan tanah masih kurang karena tingkat pemahaman akan manfaat sertipikat tanah yang sangat kurang, kondisi ekonomi yang kurang mendukung disebabkan biayanya yang mahal dan pendapatan yang ada hanya cukup untuk pemenuhan kebutuhan fisiologis. Selain itu masyarakat desa umumnya bersikap apatis dan statis, sulit untuk berkembang dan kurang mengerti maksud dan tujuan program-program dari pemerintah. Dan akan mendaftarkan tanahnya jika terpaksa, misalnya jika akan terjadi jual beli, waris.

Pada masyarakat perkotaan minat terhadap pensertipikatan tanah cukup tinggi karena dengan tingkat pendidikan yang tinggi maka memiliki pemahaman akan arti pentingnya sertipikat tanah dan manfaat yang bisa diambil. Karena sebagian besar adalah pegawai negeri dan swasta maka tingkat pendapatannya lebih dari cukup untuk sekedar pemenuhan kebutuhan fisiologis, sehingga biaya bukan menjadi kendala bahkan mensertipikatkan tanah sudah menjadi kebutuhan. Pertumbuhan ekonomi yang cepat di perkotaan membuat nilai tanah semakin naik dan hal ini memacu terjadinya sengketa tanah, sehingga minat masyarakat untuk mensertipikatkan tanahnya tinggi.

Daftar Pustaka

Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Sidoarjo. Proyeksi Pertumbuhan dan Kendala yang Dihadapi (Bab II). Diambil tanggal 24 Nopember 2009.

http://www.bappekab.sidoarjokab.go.id/?file=03-doc-rencana/properda-bab2.htm.

Kamisa. 1997. Pengertian Minat. Diambil tanggal 28 Oktober 2009. http://creasoft.files.wordpress.com/2008/04/2minat.pdf.

Kantor Pertanahan Kabupaten Sidoarjo. 2008. Buku Laporan Tahunan Kantor Pertanahan Kabupaten Sidoarjo.

Nursalam. 2003. Kondisi Yang Mempengaruhi Minat. Diambil tanggal 28 Oktober 2009. http://creasoft.files.wordpress.com/2008/04/2minat.pdf.

Pemerintah Kabupaten Sidoarjo. 2007. Sidoarjo Dalam Angka. http://www.sidoarjokab.go.id/other/SdaAngka/index.php?data=2007/KEPENDUDUKAN.htm. Diambil tanggal 30 Oktober 2009.

Pemerintah Kabupaten Sidoarjo. Peluang Investasi. http://www.sidoarjokab.go.id/main.php?content=ekonom/inves/inves_tamb.htm. Diambil tanggal 24 November 2009.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Risnarto. 2009. Keberlanjutan Program Penetapan dan Pendaftaran Hak Atas Tanah. Tanggapan Puslitbang BPN RI, Terhadap Laporan Pendahuluan Keberlanjutan Program Penetapan Dan Pendaftaran Hak Atas Tanah, LMPDP Komponen 1 Bappenas, Jakarta 30 April 2009.

Yuliani, Ria. 2007. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Minat Masyarakat Dalam Pensertipikatan Tanah Di Desa Kedungrandu Kecamatan Patikraja Kabupaten Banyumas. Skripsi. Diambil tanggal 20 Oktober 2009.

http://pustaka-agraria.org/pages/agrariapedia/publikasi/stpn.php.

Tim Peneliti Puslitbang BPN. 2005. Persepsi Masyarakat Terhadap Pelayanan Sertipikasi Tanah. Jurnal IPTEK Pertanahan Vol. V No. 3. Hal. 1-22.

Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria (UUPA).

Winoto, Joyo. 2006. Reforma Agraria Tak Boleh Sembrono. Tempo 10 Desember 2006. Hal. 46-50.